Belakangan setiap
kali buka laman berita selalu muncul nama Jessica di sana. Ada fotonya juga
tentu saja. Lalu nonton televisi, ada lagi nama Jessica disebut-sebut bahkan
jadi tema diskusi. Hebat sekali wanita muda satu itu, padahal sebulan lalu
mungkin hanya beberapa gelintir manusia yang sering menyebut namanya apalagi
sampai memikirkan sepak terjangnya di dunia perkopian. Ya, Jessica Kemala
Wongso nama panjangnya, bukan pelayan warung kopi kaki lima.
Saya yakin hampir
seluruh warga negri ini –bahkan sangat mungkin sampai ke manca-negara— sudah
akrab dengan tampang dan gaya senyuman wanita berumur 27 tahun itu. Dialah sosok
wanita yang telah jadi tersangka pelaku pembunuhan paling menghebohkan di awal
tahun ini. Pembunuhan Wayan Mirna Salihin yang tak lain teman gaul-nya semasa kuliah di Australia,
yang tewas mengenaskan setelah kopi yang diminumnya mengandung 15 gram racun Sianida.
Apakah dia benar
pelakunya? Emang gue pikirin hehe… Yang
pasti itu urusan penegak hukum soal menetapkan benar atau tidaknya Jessica
sebagai peracun. Urusan saya sudah banyak dan tak mungkin mengurusi Jessica
yang sudah gede, cuma entah mengapa setelah beberapa minggu menyimak beritanya
saya jadi ikut memikirkan hal ini, terutama memikirkan sikap Jessica yang
seakan menikmati suasana bahkan terkesan dirinya sedang show, sedang jadi bintang utama film Hollywood.
Sebagian besar
pemirsa pertunjukan ini saya yakin sudah berkesimpulan bahwa pelakunya
benar-benar dia. Cuma bagaimana akhirnya masih sulit untuk ditebak. Saya
sendiri berpikir Jessica bisa saja bebas dan kita semua dibikin kecewa. Walaupun
pengacaranya tampak blo’on dan tidak meyakinkan, tapi Jessicanya sendiri
sepertinya sangat yakin dengan posisinya.
Tentu bisa saja
bukan Jessica pelakunya, cuma dengan gayanya sebagaimana yang ditulis dan
tampak diberita, saya jadi mengaduk-aduk memori karena terus bertanya-tanya,
manusia jenis apa Jessica ini dan pernahkah saya bertemu atau bergaul dengan
manusia jenis ini? Tidak panik (konon) saat sahabatnya kejang-kejang di
hadapannya setelah minum kopi, tidak menunjukkan tampang sedih karena ditinggal
mati teman yang baru saja ditemuinya, tidak tampak emosional setelah mengalami tragedi
yang luar biasa dan yang lebih membingungkan dia menikmati (kesan saya)
popularitas yang menimpanya.
Andai saja
pengacara blo’onnya tidak keceplosan menyebut celana yang dibuang lalu Jessica
konsisten dengan setiap pernyataannya selama ditanya oleh penyidik saya yakin
polisi tak berani menjadikannya tersangka. Bagaimanapun gregetannya kita
menyimak aksinya, akan sangat mudah persepsi kita dialihkan oleh opini tak
bermutu. Apa yang tampak hanya kesan, begitu kata seorang pengacara kondang,
kesan tak bisa jadi bukti untuk menghukum. Kesan kita Jessica tidak sedih
kehilangan sahabatnya, belum tentu benar dengan hanya melihat yang tampak.
Oh Jessica,
kenapa kau tidak menangis saja seperti temanmu yang satu lagi: Hani. Kau tunjukkan
sikap marah dan katakan pada media pelaku harus dihukum mati. Atau tuduh saja
sekalian pelayan kopinya, karena itu khas sinetron Indonesia. Tapi Jessica
ternyata lama tinggal di Australia dan baru pulang ke Indonesia 5 Desember
tahun lalu. Jessica memang bukan bintang
sinetron Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar