Jumat, 05 Februari 2016

Ada Apa dengan Jessica?

Belakangan setiap kali buka laman berita selalu muncul nama Jessica di sana. Ada fotonya juga tentu saja. Lalu nonton televisi, ada lagi nama Jessica disebut-sebut bahkan jadi tema diskusi. Hebat sekali wanita muda satu itu, padahal sebulan lalu mungkin hanya beberapa gelintir manusia yang sering menyebut namanya apalagi sampai memikirkan sepak terjangnya di dunia perkopian. Ya, Jessica Kemala Wongso nama panjangnya, bukan pelayan warung kopi kaki lima.


Saya yakin hampir seluruh warga negri ini –bahkan sangat mungkin sampai ke manca-negara— sudah akrab dengan tampang dan gaya senyuman wanita berumur 27 tahun itu. Dialah sosok wanita yang telah jadi tersangka pelaku pembunuhan paling menghebohkan di awal tahun ini. Pembunuhan Wayan Mirna Salihin yang tak lain teman gaul-nya semasa kuliah di Australia, yang tewas mengenaskan setelah kopi yang diminumnya  mengandung  15 gram racun Sianida.

Apakah dia benar pelakunya? Emang gue pikirin hehe… Yang pasti itu urusan penegak hukum soal menetapkan benar atau tidaknya Jessica sebagai peracun. Urusan saya sudah banyak dan tak mungkin mengurusi Jessica yang sudah gede, cuma entah mengapa setelah beberapa minggu menyimak beritanya saya jadi ikut memikirkan hal ini, terutama memikirkan sikap Jessica yang seakan menikmati suasana bahkan terkesan dirinya sedang show, sedang jadi bintang utama film Hollywood.

Sebagian besar pemirsa pertunjukan ini saya yakin sudah berkesimpulan bahwa pelakunya benar-benar dia. Cuma bagaimana akhirnya masih sulit untuk ditebak. Saya sendiri berpikir Jessica bisa saja bebas dan kita semua dibikin kecewa. Walaupun pengacaranya tampak blo’on dan tidak meyakinkan, tapi Jessicanya sendiri sepertinya sangat yakin dengan posisinya.

Tentu bisa saja bukan Jessica pelakunya, cuma dengan gayanya sebagaimana yang ditulis dan tampak diberita, saya jadi mengaduk-aduk memori karena terus bertanya-tanya, manusia jenis apa Jessica ini dan pernahkah saya bertemu atau bergaul dengan manusia jenis ini? Tidak panik (konon) saat sahabatnya kejang-kejang di hadapannya setelah minum kopi, tidak menunjukkan tampang sedih karena ditinggal mati teman yang baru saja ditemuinya, tidak tampak emosional setelah mengalami tragedi yang luar biasa dan yang lebih membingungkan dia menikmati (kesan saya) popularitas yang menimpanya.


Andai saja pengacara blo’onnya tidak keceplosan menyebut celana yang dibuang lalu Jessica konsisten dengan setiap pernyataannya selama ditanya oleh penyidik saya yakin polisi tak berani menjadikannya tersangka. Bagaimanapun gregetannya kita menyimak aksinya, akan sangat mudah persepsi kita dialihkan oleh opini tak bermutu. Apa yang tampak hanya kesan, begitu kata seorang pengacara kondang, kesan tak bisa jadi bukti untuk menghukum. Kesan kita Jessica tidak sedih kehilangan sahabatnya, belum tentu benar dengan hanya melihat yang tampak.

Oh Jessica, kenapa kau tidak menangis saja seperti temanmu yang satu lagi: Hani. Kau tunjukkan sikap marah dan katakan pada media pelaku harus dihukum mati. Atau tuduh saja sekalian pelayan kopinya, karena itu khas sinetron Indonesia. Tapi Jessica ternyata lama tinggal di Australia dan baru pulang ke Indonesia 5 Desember tahun lalu.  Jessica memang bukan bintang sinetron Indonesia.



Tidak ada komentar: