Jumat, 17 Maret 2017

Leicester City Bukan Thinkerman

Liga Champions mania, hidup yang lebih sering menyisakan kekecewaan ini memang penuh kejutan.  Claudio Ranieri datang dan tiba-tiba sebuah tim yang tak pernah bersaing di papan atas Liga Primer Inggris dengan gagah berani menjadi juara liga untuk pertama kalinya, sama seperti pelatihnya yang baru dapat tropi juara liga setelah sekian lama pontang-panting melatih banyak kesebelasan di Eropa. Tim juara itu beberapa pekan lalu sudah diprediksi gugur di babak 16 besar Liga Champions mengingat prestasinya di Premier League sejauh ini jeblok, apalagi pelatih juaranya sudah dipecat, tapi hidup memang isinya kejutan, dari delapan tim di perempat final justru Inggris diwakili oleh si dia: Leicester City.


Saya pernah menulis fenomena aneh Leicester City ini tahun lalu sebelum juara, dan kini gregetan ingin menulis keanehannya lagi. Tim juara kemudian di tahun berikutnya degradasi memang pernah ada, tapi di Premier League saya yakin kalau bukan karena Tuhan sedang bercanda rasanya dalam kurun waktu seratus tahun akan sulit fenomena ini terjadi. Beberapa hari lalu orang sudah mulai menduga akan ada juara terdegradasi, apalagi setelah pemecatan Ranieri, tapi lihatlah apa yang terjadi. Mereka yang jengkel atas pemecatan itu dan sempat menganggap tim ini hanya kumpulan pemain kelas menengah yang tak tahu terimakasih, mungkin sekarang tengah berupaya tenang dan mengatur nafas lagi, karena saya yang juga jengkel atas pemecatan itu kini mulai berpikir bisa jadi masalahnya ada pada the thinkerman.

Semenjak ditinggal the thinkerman Leicester main seperti tahun lalu. Tiga pertandingan dijalani dengan kemenangan, bahkan juara Liga Eropa tahun lalu asal Spanyol pun tewas. Kalau menengok ke belakang, sebelum rangkaian kemenangan “fenomenal” itu, the thinkerman sepertinya setelah membawa Leicester juara tabiat lamanya kambuh lagi, yaitu mengotak-atik formasi tim. Beberapa pemain baru terus dicoba, pemain lama jarang dimainkan.  Beberapa pemain andalan memang ada yang mengalami cidera, tapi kesan kambuhnya penyakit lama Ranieri itu tak bisa dinafikan. Dan kini dengan tim yang tak beda dengan tahun lalu (hanya tanpa Kante) Leicester bermain atraktif lagi.


Mari kita lihat apa yang akan terjadi pada Leicester beberapa bulan ke depan. Saya meyakini, dengan formasi terakhir (andai tak ada cidera serius) tim ini akan mendapat hasil mengesankan dan mungkin membuat mereka yang marah atas pemecatan the thinkerman menjadi maklum.  Jadi, sebagai penutup, bahwa yang maha tahu itu ternyata memang Tuhan.

Tidak ada komentar: