Liga Champions
mania, hidup yang lebih sering menyisakan kekecewaan ini memang penuh
kejutan. Claudio Ranieri datang dan
tiba-tiba sebuah tim yang tak pernah bersaing di papan atas Liga Primer Inggris
dengan gagah berani menjadi juara liga untuk pertama kalinya, sama seperti
pelatihnya yang baru dapat tropi juara liga setelah sekian lama pontang-panting
melatih banyak kesebelasan di Eropa. Tim juara itu beberapa pekan lalu sudah
diprediksi gugur di babak 16 besar Liga Champions mengingat prestasinya di
Premier League sejauh ini jeblok, apalagi pelatih juaranya sudah dipecat, tapi
hidup memang isinya kejutan, dari delapan tim di perempat final justru Inggris
diwakili oleh si dia: Leicester City.
Saya pernah
menulis fenomena aneh Leicester City ini tahun lalu sebelum juara, dan kini
gregetan ingin menulis keanehannya lagi. Tim juara kemudian di tahun berikutnya
degradasi memang pernah ada, tapi di Premier League saya yakin kalau bukan
karena Tuhan sedang bercanda rasanya dalam kurun waktu seratus tahun akan sulit
fenomena ini terjadi. Beberapa hari lalu orang sudah mulai menduga akan ada juara
terdegradasi, apalagi setelah pemecatan Ranieri, tapi lihatlah apa yang
terjadi. Mereka yang jengkel atas pemecatan itu dan sempat menganggap tim ini
hanya kumpulan pemain kelas menengah yang tak tahu terimakasih, mungkin
sekarang tengah berupaya tenang dan mengatur nafas lagi, karena saya yang juga
jengkel atas pemecatan itu kini mulai berpikir bisa jadi masalahnya ada pada
the thinkerman.
Semenjak ditinggal
the thinkerman Leicester main seperti tahun lalu. Tiga pertandingan dijalani
dengan kemenangan, bahkan juara Liga Eropa tahun lalu asal Spanyol pun tewas. Kalau
menengok ke belakang, sebelum rangkaian kemenangan “fenomenal” itu, the
thinkerman sepertinya setelah membawa Leicester juara tabiat lamanya kambuh
lagi, yaitu mengotak-atik formasi tim. Beberapa pemain baru terus dicoba,
pemain lama jarang dimainkan. Beberapa pemain
andalan memang ada yang mengalami cidera, tapi kesan kambuhnya penyakit lama
Ranieri itu tak bisa dinafikan. Dan kini dengan tim yang tak beda dengan
tahun lalu (hanya tanpa Kante) Leicester bermain atraktif lagi.
Mari kita lihat
apa yang akan terjadi pada Leicester beberapa bulan ke depan. Saya meyakini,
dengan formasi terakhir (andai tak ada cidera serius) tim ini akan mendapat
hasil mengesankan dan mungkin membuat mereka yang marah atas pemecatan the
thinkerman menjadi maklum. Jadi, sebagai
penutup, bahwa yang maha tahu itu ternyata memang Tuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar