Setelah beberapa minggu lalu posting hasil jalan-jalan ke obyek wisata pantai di Brebes, kali
ini saya akan berbagi sedikit hasil dari melancong ke obyek wisata pantai di
Tegal. Di Brebes ada Pantai Randusanga Indah yang disingkat Parin, sedangkan di
Tegal pantainya bernama Pantai Alam Indah alias PAI (kedua singkatan nama
pantai itu mudah teringat karena keduanya adalah nama teman kecil saya, Nafarin
dan Rifai yang biasa dipanggil Parin dan Pa’i). Sama–sama pantai di pesisir
utara Pulau Jawa yang berpasir hitam, tapi harus diakui keduanya berbeda kelas.
Brebes dan Tegal adalah dua daerah yang bersebelahan
dengan bahasa yang bisa dibilang sama, cuma nasib Tegal memang lebih baik dalam
banyak hal. Tegal memilik kota yang luas dan memiliki dua buah pusat
perbelanjaan atau mal, memiliki beberapa pabrik pengolahan daun teh yang
terkenal, dan warung Tegal menjajah ibukota negara entah sejak kapan. Bahkan bagi
siapapun yang sekedar melintas di jalur pantai utara (pantura), bisa dirasakan
bedanya melintas di jalan raya di wilayah Brebes dan di wilayah Tegal. Untuk yang
ini saya tak mau berpanjang lebar.
Kunjungan saya ke PAI kali ini adalah yang pertama. Sebenarnya
saya sudah sering mendengar nama pantai ini sejak masih anak-anak, bahkan konon
ada satu pantai lagi yang bernama Purwahamba Indah, tapi karena tak pernah ada
yang mengajak saya baru sampai ke PAI hari Minggu lalu. Dorongan mengunjungi
PAI ini lebih karena ingin membandingkan dengan Parin yang sudah sering saya
kunjungi. Dan jelas sekali PAI lebih layak disebut tempat wisata dibanding Parin
yang kesannya tidak diurus. Di PAI tiket masuknya pun murah, cuma Rp 1500
sedangkan di Parin tigaribu rupiah per orang.
kereta yang mengingatkan pada Ancol jaman dulu
Lokasi PAI yang hanya beberapa ratus meter dari jalan
raya pantai utara juga merupakan kelebihan, bisa dibilang masih berada di
lingkungan kota. Bandingkan dengan Parin yang dari kota harus menempuh
berkilo-kilo meter melewati sawah, perkampungan dan tambak dengan jalan yang
banyak lubang. Di kawasan wisatanya sangat terasa sekali upaya pengelolaannya,
di sana tersedia bangku-bangku yang dipasang di bawah pohon-pohon rindang. Ada petugas
kebersihan, walaupun sampah tetap saja tak pernah berkurang.
Museum Bahari
Yang lebih menarik, ada pula wisata hutan bakau dan kawasan perkemahan. Adapula Museum Bahari yang berada di dekat gerbang basuk tempat wisata, Sayang museum ini tidak dijaga sehingga tampak kumuh dan banyak corat-coret di dindingnya. Saya sempat menduga Museum Bahari ini sudah tua dengan melihat kondisinya, ternyata baru diresmikan pada 2008. Mungkin butuh dana besar untuk mengelola tempat wisata semacam ini, atau mungkin tidak adanya orang yang benar-benar cakap untuk mengemban tanggungjawab berat pengelolaan ini? Yang jelas, tempat-tempat semacam ini penting karena warga membutuhkannya, dan lebih penting lagi tidak ada biaya yang dikenakan saat mengunjunginya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar