Setelah sekian tahun berlalu, akhirnya oh akhirnya.
Ya, akhirnya saya bisa menyaksikan lagi kemeriahan di Pesta Petik Tebu. Kemeriahan yang
berlangsung di sekitar pabrik tebu ini adalah acara tahunan yang dulu dan
mungkin sampai sekarang selalu ditunggu-tunggu warga. Kemeriahan yang berupa "pasar malam" ini biasanya berlangsung hampir sebulan. Di sana sudah tentu ada
aneka hiburan, pedagang aneka rupa pakaian, pedagang prabotan rumah tangga,
tukang mainan anak-anak, pedagang
makanan dan pengunjung yang berdesakan menikmati keramaian.
Pesta Petik Tebu, adalah acara selamatan sebagai
tanda dimulainya panen tebu yang diselenggarakan di setiap pabrik gula. Di
Brebes yang memiliki tiga pabrik gula (yang saya tahu) pada setiap tahunnya
pada menjelang pertengahan tahun sudah pasti akan ada tiga selamatan yang
bergilir yang di dalamnya biasanya ada pawai pengantin tebu. Entah sejak kapan tradisi
selamatan dan pasar malam ini berlangsung, sangat mungkin sejak awal berdirinya
pabrik gula-pabrik gula itu pada jaman Hindia Belanda.
Walau kini pabrik gula-pabrik gula yang ada
kondisinya sudah tak terurus (bahkan ada yang bangunannya sudah tinggal
puing-puing) tapi pasar malam yang oleh warga Brebes Barat disebut Bancakan
(Warga di perbatasan Brebes-Tegal menyebutnya Metikan) ini tetap tak berubah
dari tahun ke tahun. Bahkan ketika kini keramaian sudah mudah ditemui di banyak
tempat, bancakan atau metikan ini masih dinanti setiap tahunnya.
Ada banyak kenangan tentang sesuatu yang khas pada
kemeriahan tahunan ini yang mungkin akan saya ingat terus. Salah satunya
pedagang rajungan, pedagang binatang laut ini dulu hanya ada pada acara
keramaian tahunan ini, yang kini sepertinya sudah tak ada lagi. Biasanya
pedagang rajungan adalah seorang perempuan yang duduk di pinggir jalan dengan
lapak menggunakan tampah yang diterangi lampu sentir. Kini tentu saja masih
banyak perempuan atau nenek-nenek menggelar lapak pakai tampah, tapi yang
dijual kacang goreng.
Semoga acara semacam ini tak mati digilas jaman.
Bahkan seandainya pabrik gula semuanya bangkrut karena pemerintah lebih memilih
impor daripada memproduksi gula sendiri, tradisi ini layak dipertahankan.
Bahkan bisa dibikin acara resmi tahunan oleh pemerintah setempat, sebagaimana
Jakarta Fair atau Pekan Raya Jakarta. Saya kira acara ini bukan sekedar
bersenang-senang, ada di dalamnya sesuatu yang bisa jadi cerita sejarah agar
anak-anak cucu kita kelak tahu bahwa bangsa ini kaya akan budaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar