Sabtu, 04 Juli 2015

Romadlon dan Muslim Nusantara

Karena masih bulan Romadlon, nulisnya tentu saja tetap soal puasa. Kali ini saya sekedar berbagi rasa, bagaimana menjadi orang Indonesia muslim yang merasa diistemawakan Tuhan (setidaknya selama bulan puasa). Ya, hidup di bumi Nusantara saya kira tidak salah jika pernah ada yang mengatakan bagai menempati surga atau berada di petilan surga. Bayangkan saja di sini tak ada anggota DPR, tak ada orang yang sok kuasa, tak ada kendaraan bermotor, pasti ayem tenterem gemah ripah loh jinawi.


Dan tentang puasa, mungkin waktu yang kita jalani dalam hal menahan lapar dan haus bukan yang terpendek, tapi jika dibandingkan dengan waktu puasa di negara-negara Eropa utara, yang kita jalani jelas bukan waktu yang panjang.  Waktu siang dan malam kita seimbang, namun jika dipotong 'ibadah' tidur siang bisa dibilang siang menjadi singkat. Bagi mereka yang kerjanya malam hari, bisa jadi malah tak ada itu puasa, apalagi kalau sepanjang tidur siang mimpinya jadi juru masak yang kerjannya terus mencicipi makanan.

Puasa kali ini kalau dihitung saya jalani sekitar sembilan sampai sepuluh jam lebih sedikit. Aslinya tiga belas jam, tapi dipotong tidur siang dong. Bandingkan dengan muslim Denmark yang menjalani puasa sampai 22 jam. Kalau kita yang biasa taraweh duapuluh tiga rokaat tinggal di sana, sholat model ngebut ala Blitar pun pasti masih kurang waktu—bayangkan dua jam untuk berbuka, sholat maghrib, sholat isya, taraweh, sahur, sholat subuh. Pokoknya kita di sini menjalani puasa dengan enjoy.

Soal makanan, kita jelas berada di gudang makanan. Serba-serbi makanan ada, dari cadil, bubur sumsum, sop buah, es campur, cendol, kolak, nasi rames, nasi padang, sate ayam, oseng kangkung, oseng mercon, es the manis, es  jus alpukat, tahu gejrot, tahu pletok, sirop marjan, pisang ijo, pisang coklat sampai korma yang kebunnya tidak ada di sini semua tersedia. Silahkan kalau mau dibuktikan, di perkampungan negri Arab atau di Amerika sekalipun, berbuka puasa paling dengan satu dua tiga jenis makanan. Lebih hebatnya lagi kita bisa mendapatkan aneka makanan berbuka puasa itu gratis dengan hanya keliling dari masjid ke masjid.

Maka sama seperti yang dikatakan Nabi, yakni: “andai kita paham pasti ingin sepanjang tahun adalah Romadlon”, seorang teman di Jakarta pun bilang : “coba sepanjang tahun Romadlon terus”. Di bulan suci ini orang-orang yang biasanya bakhil mau mengeluarkan uang dari dompetnya untuk membeli makanan buat di masjid atau dibagikan di jalan-jalan baik di saat buka puasa atau di waktu sahur. Para pejabat yang rumahnya selalu dijaga ketat di bulan ini memberi kesempatan warga bisa masuk dengan mengadakan buka bersama. Andai sepanjang tahun Romadlon ya?

Gangguan-gangguan berpuasa kalau pun ada sangat remeh temeh, yang ada justru orang yang merasa puasa mengganggu mereka yang dianggap tak puasa. Televisi siang malam isinya orang puasa dan menyenangkan. Gajian ditambah berlipat-lipat di akhir bulan. Pokoknya bulan puasa segalanya asyik masyuk sebulan penuh.  Bayangkan setahun penuh.

Bagaimana saudara-saudara, atau ada muslim Indonesia yang merasa sedang ada di neraka ketika Romadlon tiba?



Tidak ada komentar: