Karena masih bulan Romadlon, nulisnya tentu saja tetap
soal puasa. Kali ini saya sekedar berbagi rasa, bagaimana menjadi orang
Indonesia muslim yang merasa diistemawakan Tuhan (setidaknya selama bulan
puasa). Ya, hidup di bumi Nusantara saya kira tidak salah jika pernah ada yang
mengatakan bagai menempati surga atau berada di petilan surga. Bayangkan saja di sini tak ada anggota DPR, tak ada
orang yang sok kuasa, tak ada kendaraan bermotor, pasti ayem tenterem gemah ripah loh jinawi.
Dan tentang puasa, mungkin waktu yang kita jalani
dalam hal menahan lapar dan haus bukan yang terpendek, tapi jika dibandingkan
dengan waktu puasa di negara-negara Eropa utara, yang kita jalani jelas bukan
waktu yang panjang. Waktu siang dan malam
kita seimbang, namun jika dipotong 'ibadah' tidur siang bisa dibilang siang
menjadi singkat. Bagi mereka yang kerjanya malam hari, bisa jadi malah tak ada
itu puasa, apalagi kalau sepanjang tidur siang mimpinya jadi juru masak yang
kerjannya terus mencicipi makanan.
Puasa kali ini kalau dihitung saya jalani sekitar sembilan
sampai sepuluh jam lebih sedikit. Aslinya tiga belas jam, tapi dipotong tidur
siang dong. Bandingkan dengan muslim Denmark yang menjalani puasa sampai 22
jam. Kalau kita yang biasa taraweh duapuluh tiga rokaat tinggal di sana, sholat
model ngebut ala Blitar pun pasti masih kurang waktu—bayangkan dua jam untuk berbuka,
sholat maghrib, sholat isya, taraweh, sahur, sholat subuh. Pokoknya kita di
sini menjalani puasa dengan enjoy.
Soal makanan, kita jelas berada di gudang makanan. Serba-serbi
makanan ada, dari cadil, bubur sumsum, sop buah, es campur, cendol, kolak, nasi
rames, nasi padang, sate ayam, oseng kangkung, oseng mercon, es the manis, es jus alpukat, tahu gejrot, tahu pletok, sirop
marjan, pisang ijo, pisang coklat sampai korma yang kebunnya tidak ada di sini
semua tersedia. Silahkan kalau mau dibuktikan, di perkampungan negri Arab atau
di Amerika sekalipun, berbuka puasa paling dengan satu dua tiga jenis makanan. Lebih
hebatnya lagi kita bisa mendapatkan aneka makanan berbuka puasa itu gratis
dengan hanya keliling dari masjid ke masjid.
Maka sama seperti yang dikatakan Nabi, yakni: “andai
kita paham pasti ingin sepanjang tahun adalah Romadlon”, seorang teman di
Jakarta pun bilang : “coba sepanjang tahun Romadlon terus”. Di bulan suci ini
orang-orang yang biasanya bakhil mau mengeluarkan uang dari dompetnya untuk
membeli makanan buat di masjid atau dibagikan di jalan-jalan baik di saat buka
puasa atau di waktu sahur. Para pejabat yang rumahnya selalu dijaga ketat di
bulan ini memberi kesempatan warga bisa masuk dengan mengadakan buka bersama. Andai
sepanjang tahun Romadlon ya?
Gangguan-gangguan berpuasa kalau pun ada sangat remeh
temeh, yang ada justru orang yang merasa puasa mengganggu mereka yang dianggap
tak puasa. Televisi siang malam isinya orang puasa dan menyenangkan. Gajian ditambah
berlipat-lipat di akhir bulan. Pokoknya bulan puasa segalanya asyik masyuk
sebulan penuh. Bayangkan setahun penuh.
Bagaimana saudara-saudara, atau ada muslim Indonesia
yang merasa sedang ada di neraka ketika Romadlon tiba?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar