Assalamu’alaikum warohmatullohi wabarokatuh.
Debat Calon Presiden dan calon wakil presiden Pemilu 2024 putaran keempat sudah berlangsung dan hasilnya menurut saya begitu-begitu saja. Tidak mencerahkan bagi orang kebanyakan seperti saya. Sesuatu yang saya yakin tak bakalan mengubah sikap kaum fanatik dalam berpihak. Bagi yang belum menentukan pilihan mumgkin akan menimbang beberapa hal, seperti saya yang terus terang rada-rada terkesan dengan penampilan Gibran yang begitu itu.
Karena saya belum menentukan pilihan;
apakah saya akan memilih mencoblos atau memilih jadi saksi peristiwa coblosan,
dalam tulisan ini saya tidak akan beropini banyak tentang para kandidat namun sekedar
urun pendapat tentang fprmat debat. Debat capres-cawapres saat ini menurut saya lebih banyak mudlorotnya. Banyak
menampilkan prilaku tidak mendidik, yang terbaru ada anak muda calon petinggi
bangsa unjuk aksi tengil di depan orang tua.
Lihat juga debat putaran ketiga yang
dramatis itu, sampai-sampainya diikuti isak tangis para ibu-ibu yang tidak rela
capres idolanya yang sudah lanjut usia dikeroyok di panggung. Kalau peristiwa nangis berjamaah itu benar
adanya pasti ibu-ibu itu akan terus dalam kebiasaan hariannya selama musim pemilu, bergunjing tak
henti-henti mengajak orang membenci. Suasana permusuhan yang telah berlangsung
bertahun-tahun terus dilestarikan.
Sejarah politik kita yang kalau dirunut
ke belakang sampai ke Singasari yang konfliknya penuh dendam mestinya ditimbang
dalam membuat format debat kalau memang acara seperti ini dipandang perlu. Di
tengah publik yang tak putus-putus saling mengejek dan menyerang dengan ujaran kebencuan
mestinya para calon pemimpinnya ketika tampil di media massa tidak menambah
panas situasi. Sampai tidak mau salaman kemudian muncul umpatan-umpatan dengan
kata-kata kasar di banyak tempat, aduhai!.
Saya meyakini ini masalah serius yang dampaknya bisa kemana-mana.
Ada seorang tokoh yang usul debat
capres-cawapres ini para kandidatnya duduk saja biar suasananya lebih rileks.
Saya setuju itu, bahkan menurut saya istilahnya perlu diubah, misalnya adu
gagasan atau jangan pakai kata “adu” yang kesannya berseteru tapi Pamer Gagasan.
Di acara itu semua kandidat duduk di panggung yang setting-nya dibuat nyaman.
Mereka duduk santai di atas tikar pakai pakaian orang kebanyakan lalu oleh
moderator yang ikut duduk bareng masing-masing capres yang didukung cawapresnya
atau seperti saat ini capres dan
cawapres dipisah dipersilahkan pamer gagasan. Lalu kalau sampai ada debat
moderator harus mengarakan ke situasi yang akrab dan kekeluargaaan.
Sayang, menurut saya seorang intelektual yang di
dukung kalangan orang-orang beragama seperti mas Anis kalau sampai kehilangan
kesantunannya. Pak Prabowo orang tua yang usianya di atas tujuh puluh tahun
disuruh berdiri lama di panggung juga bukan adab yang bagus untuk jadi contoh.
Pemilu dan acara-acara yang menyertainya
ini semestinya jadi bagian dari pembangunan karakter bangsa. Di tengah
keprihatinan kita pada pola pendidikan yang hanya menghasilkan robot dan
zombie, seharusnya pertunjukan para calon pemimpin di atas panggung politik
saat ini tidak menambahi keprihatinan para orang tua yang kini sedang dirundung
kecemasan akan masa depan bangsanya.
Wasalam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
komentarlah sebelum anda dikomentari