Assalamu'alaikum warohmatullohi wabarokatuh.
Punya blog tapi nggak pernah posting, ini sama seperti punya warung yang tak punya barang dagangan untuk dijajakan. Kebetulan saya juga punya warung dan jarang dibuka. Ada di dalamnya barang yang bisa dijual tapi stok lama. Blog saya ini juga ada tulisannya yang bisa dibaca oleh pelanggan lama yang sudi mampir atau siapapun yang atas kehendak Allah diperjalankan sampai di sini, tapi yang tersedia sesuatu yang sudah kadaluarsa. Dan ini pasti sesuatu yang memprihatinkan bahkan bisa jadi menyedihkan.
Memang bikin jengkel kalau dipikir-pikir karena mestinya saya bisa nulis apa saja yang tidak penting sekalipun karena niat awalnya ngeblog memang untuk jadi tempat menuliskan apa saja sebagai terapi kesedihan 😆. Tapi entah mengapa rasanya tidak mudah setiap akan memulai. Bahkan ketika idenya saya anggap utuh dan menarik dan saya rasa sudah jadi tinggal memindahkan dari kepala ke tulisan pun ada saja alasan untuk menunda.
Kalau ingat di tahun awal bikin blog waktu itu bisa setiap hari posting. Saat itu setiap kali berhadapan dengan komputer langsung saja menuliskan apa yang terlintas di pikiran, tak perlu nyepi menunggu ide. Lihat sepanduk di jalan langsung jadi tulisan, ada cewek cantik langsung nulis, saya pikir begitu entengnya menulis, hanya sekali duduk selesai lalu bisa blog walking dan punya banyak teman blogger. Eh, ternyata hidup ada pasang surutnya, cobaan datang dan saya tumbang. Kemudian terseok-seok hingga media sosial merajalela.
Dalam kurun sepuluh tahun terakhir dengan smartphone tak pernah jauh dari tangan mestinya segalanya bisa lebih mudah. Saya bisa ngeblog di manapun dan harusnya bisa bikin tulisan tentang peristiwa yang ada di depan mata, tapi ternyata jauh panggung dari biduan.
Ada sesuatu yang membuat tangan saya berat memulai tulisan memang, yaitu tuntutan membuat tulisan yang bagus. seakan ada yang menuntut saya membuat sesuatu yang lebih. Ini belakangan saya sadari sebagai tuntutan diri yang ketrlaluan, karena saya menulis bukan sebagai pekerja yang bertanggungjawab kepada siapa-siapa. Atau saya terlalu menilai tinggi diri sendiri?
Kemudian datanglah zaman ketika henpon banjir aplikasi media sosial yang membuat otak jadi tambah kacau. Pikiran sulit fokus, mudah mengalihkan perhatian dan ternyata jadi lebih menyenangkan. Tak cuma menyenangkan bahkan memabukkan. Sampai di sini akhirnya saya menyadari bahwa ini situasi yang buruk untuk dibiarkan. Tak mabuk minuman tapi mabuk media sosial.
Apakah kesadaran ini bisa memperbaiki keadaan? Momentum
tahun baru mestinya jadi gairah untuk pertobatan dan ini kesempatan yang
harus diperjuangkan. Maka, bagaimanapun era kejayaan blogger dianggap telah berlalu,
bagi hamba Allah yang memang diciptakan untuk ngeblog apapun keadaannya hidup
harus dijalani. Ya toh?
Wassalam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
komentarlah sebelum anda dikomentari