Dukung mendukung
capres kian seru saja padahal masa kampanyenya belum dimulai. Ada yang rasional
ada yang emosional, ada yang serius ada pula yang sekedar untuk canda-candaan.
Lebih mudahnya untuk mengetahui itu semua silahkan menyimak laman jejaring
sosial.
Saya kira mereka
yang setiap hari pikirannya atau emosinya dibiarkan larut dalam kegaduhan yang
kini tengah berlangsung di negri tercinta ini menyadari bahwa sangat mungkin
mereka akan menanggung kecewa, tapi mereka mungkin menganggap kecewa adalah hal
biasa. Ya, kita memang bangsa yang sudah biasa kecewa atau lebih tepatnya dikecewakan. Dalam sejarah bernegara kita
adalah rakyat yang bertahun-tahun rindu keadilan. Tanah air yang sumber daya alamnya melimpah
dan diolah pemerintah tentu saja diharapkan bisa membuat hidup segenap warga
bahagia. Tapi apa daya, yang bergembira dari zaman ke zaman justru mereka saja yang
berkuasa sedangkan rakyat terus diperlakukan semena-mena.
Kini calon
penguasa baru sedang bersaing menuju puncak, dan kita ramai-ramai mendukung
pilihan masing-masing, bahkan persaingan ini yang mestinya sekedar permainan, jadinya kini seperti permusuhan
yang siap menuju perang. Bahkan ada politisi senior yang mengatakan ini adalah
perang Baratayuda,
entah siapa Pandawa siapa Kurawa.
Menyimak itu
semua rasanya begitu memuakkan, entah bagaimana nanti ketika masa kampanye
tiba. Saling cela, melontarkan kata-kata tak pantas, mengatasnamakan agama
untuk mendapatkan pembenaran, seakan-akan kita di batas antara hidup dan mati
sehingga seenaknya saja mengekspresikan diri seakan besok tak akan saling bertemu lagi.
Padahal
kenyataannya kita sedang berupaya membangun negeri tempat kita hidup bersama ini, karena kita masih
percaya hari esok tetap ada. Dan upaya yang ada dimana kita kini memasrahkan diri pada sosok-sosok
yang kita angggap mumpuni itu sangat mungkin harapan kita nanti tak terpenuhi.
Tapi mungkin karena kekecewaan yang telah dialami bertubi-tubi sehingga kini
kita seakan sudah tak peduli dengan sesuatu yang baik, jadi seperti iblis saja
karena kecewanya maka dia berupaya agar orang lain pun mengalami yang
dialaminya juga.
Tapi konon bangsa kita bangsa pelupa, sekarang bisa jadi saling
cela.mencela, besok sangat mungkin ngumpul bareng sambil tertawa-tawa. Walaupun
saya ragu apa benar sakit hati bisa begitu saja terlupa. Saya malah lebih yakin
kalau kita bangsa dewasa, saking dewasanya malah sehingga kita sangat matang dalam
berpura-pura. Asal ada maunya pendengki bisa senyum lebar dan manis
kata-katanya. Dan seterusnya dan seterusnya.
Juga kedewasaan pula yang membuat kita punya ruang untuk menyimpan rasa kecewa.
Semoga tulisan ini bisa mengurangi beban ruang kecewa anda. Hahaha
5 komentar:
mugo prabowo menang mas
bukan pelupa, tapi karena hati orang Indonesia dasarnya baik
Aku skrg kok malah malas ya mas mengikuti pemilihan capres :(
wong endonesa laka sing dewasa nang puluitik ya Kang. kudune disekolahna dhisit.
Obat sakit: sampean Prabowo, aku Jokowi. sampean ngono aku koyo iki
Mbak Ely: makin seru dan mengharukan lho mbak
zach: sekolah uwis, pan apa maning coba
dari itungan mata matika kursi:
nek de joko wi kalah, wis lumrah
tapi nek nganti bisa menang.. yo pancen luar biasa :D
Posting Komentar