Selasa, 26 Maret 2024

PUASA SEPARUH JALAN

Assalamu'alaikum.

Tidak terasa ternyata bulan Romadlon sudah di hari kelimabelas. Semalam ketika pulang dari musholla, di langit bersih tanpa awan rembulan yang bebas bersinar tampak bulat berpendaran. Lebaran sebentar lagi dong.

Ya, lebaran sudah sangat berasa aromanya. Kemarin Minggu saya jalan-jalan ke tempat perbelanjaan, di sana sebagaimana biasa menjelang hari raya Iedul Fitri banyak orang berburu barang-barang penunjang perayaan tahunan kaum muslimin ini. Sirop dengan bermacam-macam merk, biskuit-biskuit kalengan beraneka rupa dan nama, kue-kue kering, dipajang bertumpuk-tumpuk menjadi bukit-bukit makanan yang nanti dua tiga hari menjelang hari-H dipastikan sudah tak ada bekasnya.

Manusia hidup memang tak pernah lepas dari makanan. Tak cukup dengan makanan pokok yang dikonsumsi tiga kali sehari, manusia jaman now juga menggeragas apa saja yang mengusik nafsu makannya. Tak aneh jenis-jenis makanan baru terus muncul dan laris manis.

Soal makanan ini dan hubungannya dengan bulan puasa, beberapa hari ini ada yang berpusing di pikiran saya. Yaitu soal tradisi bagi-bagi makanan ringan atau jajanan untuk anak-anak seusai sholat taraweh di musholla atau masjid. Di lingkungan tempat tinggal saya dan di beberapa tempat yang saya singgahi hal seperti itu tidak ada lagi. 

Hilangnya tradisi itu apa karena anak-anak sekarang uang jajannya banyak dan penjual jajanan yang beraneka jenisnya ada di mana-mana sehingga pengurus musholla atau para orang tua malas meneruskan hal baik itu. Saya menganggap itu tradisi baik karena begitulah caranya mengumpulkan anak-anak di musholla. 

Sholat taraweh ini kan latihan sholat malam bagi orang-orang yang tidak biasa sholat tahajud, terutamanya anak-anak. Suasananya yang dibikin meriah dengan adanya seorang bilal yang bersholawat pada tiap jeda sholat lalu dijawab ramai-ramai --bahkan sampai berteriak--ini jelas domainnya anak-anak. Lalu sebagai bentuk terimakasih sudah setia ikut sholat berjamaah anak-anak itu diberi jatah jajanan.


Tak ada bagi-bagi jajanan mungkin tak mengganggu pikiran saya sekiranya sholat taraweh masih ramai dengan anak-anak. Saya rasakan musholla sekarang didominasi orang tua dan di bulan puasa ini sangat terasa. Dulu  musholla adalah rumah kedua  bagi anak-anak. Di sana mereka tidur ramai-ramai di waktu malam, saat tiba waktu sholat berebut jadi muadzin lalu ramai-ramai sholawatan menunggu jamaah hadir. Di bulan puasa mereka pula yang keliling kampung membangunkan orang untuk sahur.

Lalu apakah anak-anak sekarang menjauh dari musholla di bulan puasa karena tidak ada lagi bagi-bagi kue atau jajanan? Saya yakin demikian, buktinya orang dewasa pun akan berkerumun ketika ada pembagian makanan gratis, apalagi anak-anak. Jadi orang tua kita tidak salah dengan tradisinya, yang salah kita tidak melestarikan tradisi-tradisi yang baik itu.

Wassalam.

Tidak ada komentar: