Senin, 08 April 2013

Mengenang Kurt Cobain

Masih teringat dengan jelas saat pertama kali saya melihat aksi Kurt Cobain dengan Nirvana-nya. Waktu itu tengah malam saat sedang bengong di depan televisi pada awal dekade sembilanpuluhan. Sendirian di depan layar televisi dalam remang karena lampu ruangan dimatikan saya menyaksikan klip Smells Like Teen Spirit yang jadi selingan. Saya langsung suka dan penasaran karena waktu itu Nirvana bukan nama terkenal dengan jenis musik yang terkesan baru di tengah gemuruh musik Metal.


Entah mengapa -waktu itu saya bertanya dalam hati- saya begitu terpikat dengan Nirvana padahal teman-teman sekolah pada saat itu lebih gandrung dengan GNR, Metallica, Spultura dan yang sejenisnya. Dalam banyak kesempatan karena klip Nirvana tidak sering muncul di televisi saya menunggu-nunggu lagunya di radio yang ternyata jarang diputar juga. Sampai akhirnya Nirvana meledak dan saya pun merasa bahwa selera musik saya lumayan bagus.

Saat itu, masa SMA adalah masa kelam, saya depresi dan setiap kali melihat benda tajam selalu terbersit ingin mati bunuh diri. Hidup saya kacau, kelas tiga SMA buku catatan saya kosong, tak pernah peduli pelajaran dan tak tertarik dengan dunia sekolah. Hari-hari saya diisi musik rock, majalah HAI novel Lupus dan puisi.  Dan Kurt Cobain adalah alasan kenapa saya masih mau menjalani hidup dan keluar rumah. Entah mengapa...

Sampai akhirnya ketika sudah lulus SMA dan bekerja di Jakarta dan semangat hidup kembali ada, Kurt Cobain diberitakan mati bunuh diri. Tepat 20 tahun lalu, lebih tepatnya seminggu sebelum ditemukan tewas seorang teman mengabari saya soal Kurt Cobain over dosis. Peristiwa itu tak berdampak apa-apa kecuali saya terus berpikir kenapa tak muncul keinginan mengikutinya bunuh diri. Waktu itu saya masih muda dan belum melakukan apa-apa, saya pikir, jadi kalau harus mati mestinya setelah berbuat untuk orang banyak. Dan sampai sekarang saya masih hidup dan belum berbuat banyak dalam kehidupan.

Dalam hubungan batin saya dengan Kurt Cobain akhirnya setelah membaca banyak tentang kehidupannya akhirnya saya merasa bahwa ada kesamaan jiwa antara saya dengan Kurt Cobain. Hal itulah yang membuat pertemuan yang sekilas hanya lewat televisi ternyata bisa menimbulkan ikatan yang kuat. Sampai sekarang setiap kali mendengar beberapa lagu Nirvana saya sering tak kuasa menangis, semoga nanti saya tak mati bunuh diri.

6 komentar:

Yonia Ivana mengatakan...

ikut mengenang

Yonia Ivana mengatakan...

ikut mengenang. kunjungan perdana, salam kenal

TS Frima mengatakan...

saya sih gak ngefans sama si kurt, jadi numpang lewat aja ya masbro :D

Boku no Blog mengatakan...

Come as you are,..bravo kurt, bravo Nirvana!!

catatan kecilku mengatakan...

Aku belum kenal nih ama Kurt Cobain... karena aku gak pernah bersinggungan dg musik yang dimainkannya sih.

Muhammad A Vip mengatakan...

@cikvee:mengenang siapa hayoo
rian:boleh
boku:bravo you are
mbak reni:nggak usah kenal mbak, biar gak usah mengenang hehe