Hari ini, 2 Mei 2015, ketika di beberapa tempat ada
peringatan HARDIKNAS saya justru seharian tak menemui sekalipun peristiwa
hardik-menghardik, entah di jalan, di warung maupun di rumah. Padahal biasanya
lumrah saya temui, entah seorang pengendara motor menghardik supir angkot yang
menghentikan mobil seenaknya, sopir angkot menghardik keneknya yang lamban,
atau seorang ibu menghardik anaknya yang nakal. Rupanya HARDIKNAS justru
dijadikan hari untuk beristirahat bagi para pemarah dari kegiatan menghardik.
HARDIKNAS, sebenarnya apa sih? Hari menghardik
nasional? Kalau kata orang-orang yang suka bercanda bisa jadi begitu artinya,
namun semua orang tahu HARDIKNAS adalah Hari Pendidikan Nasional. Hari yang
ditetapkan pemerintah dan diperingati setiap tahun untuk menyuntik gairah pada
bangsanya agar tetap menjunjung dan mementingkan pendidikan. Hari yang
penetapannya dikaitkan dengan tokoh besar pendidikan kita Ki Hajar Dewantara,
Menteri Pendidikan Pertama Indonesia dan pendiri sekolah Taman Siswa.
Peringatan Hari Pendidikan Nasional, kalau diperhatikan
sepertinya yang berkepentingan dalam hal ini cuma pihak-pihak tertentu saja. Nyatanya
tak semua sekolah memperingati hari penting ini, entah dengan sekedar
menyelenggarakan upacara bendera atau membuat kemeriahan di sekolah yang
bernuansa pendidikan. Kalau sekolah yang merupakan lembaga dan simbol
pendidikan tak menganggap penting Hari Pendidikan Nasional, bagaimana
masyarakat umum mau peduli. Padahal penting penguatan makna pendidikan bagi
bangsa ini sekarang, mengingat begitu banyak kasus yang menunjukkan rapuhnya
kualitas dunia pendidikan di negri ini.
Pendidikan pun jelas bukan melulu urusan sekolah,
apalagi kini banyak sekolah yang hadirnya di tengah warga tidak
merepresentasikan lembaga pendidikan. Banyak pula orang-orang yang berprofesi
sebagai guru berprilaku laiknya bukan seorang pendidik. Pendidikan sudah pasti
hak semua warga negara, bukan cuma urusan mereka yang sedang menempuh
pendidikan formal. Ibu-ibu, anak-anak balita yang waktunya lebih banyak
dihabiskan di dalam rumah pun butuh pendidikan bermutu, jadi HARDIKNAS mestinya
jadi momentum bagi pemerintah untuk "menghardik" stasiun-stasiun televisi yang
cenderung siarannya tidak mendidik. Atau kalau menghardik takut, buatlah
penghargaan tahunan untuk televisi yang dianggap paling mendidik yang
diserahkan oleh presiden tiap tanggal 2
Mei.
Akhir cerita, di Hari Pendidikan Nasional kali ini
saya berharap tak cuma hari ini saya tidak menjumpai orang menghardik. Semoga
dengan semangat HARDIKNAS seluruh warga negara ini lebih mengedepankan sikap
santun dalam berprilaku maupun berkata-kata, kecuali Ahok, saya mendukung
beliau tetap bergaya cina ngamuk.
Sebelum bubar jalan, ada yang tahu arti dari semboyan
ini: Ing ngarsa sung tulada, ing madya
mangun karsa. Tut wuru handayani ?
6 komentar:
kalau begitu mari sama-sama kita dukung Ahok dihari ini HARDIKNAS
Selamat hari pendidikan nasional. Semoga bangsa Indonesia menjadi lebih cerdas dan sejahtera.
yang tidak berpendidikan tidak wajib memperingatinya ya mas....hehe
aku mah dulu suka bolos kalau di suruh upacara.
kata teman saya arti tut wuri handayani itu sekali kentut dibayari..
tapi teman saya itu dulu dia juga jarang masuk sekolah mas..
Devy: Hidup Ahok :-D
Malini:selamat selamat :-)
Reo: kalo saya gak bolos, cuma sering telat datang ke sekolah
Yudi: temannya namanya mulyadi ya?
tapi namanya Andi mas.. :(
Posting Komentar