Hari Raya Qurban
baru saja lewat. Cuma karena belum jauh pergi, baunya masih terasa, apalagi
begitu banyak yang ditinggalkannya. Di rumah saya beberapa kantong daging
kambing dan sapi masih berjejalan. Dan saya yakin di rumah-rumah yang ada
kulkasnya daging qurban— walau mungkin sedikit— pasti masih ada. Ya, daging
adalah ciri yang khas dari Hari Raya yang satu ini.
Bicara qurban
selalu bicara tentang daging. Daging apapun: daging kambing, daging sapi,
daging kerbau, daging unta dan mungkin ada daging hewan lain. Mbah saya menurut
cerita dulu setiap Hari Raya Qurban biasanya menyembelih ayam, yang kemudian
dimasak lalu dibagi-bagikan pada tetangga (pernah hal ini saya tanyakan pada
seorang penceramah, katanya ini bukan qurban karena ayam bukan termasuk hewan
qurban). Pada hal ini saya sering membayangkan atau mengandaikan Nabi Muhammad
SAW hijrah dari Makkah bukan ke Madinah melainkan ke suatu tempat yang tak ada
kambing (di pantai lalu jadi nelayan misalnya) apakah qurban beliau tidak
mungkin dalam bentuk yang lain? Pernah ada seorang cendekiawan muda yang
mengatakan andai Nabi seorang pekebun mungkin qurbanya adalah sayur-sayuran
(haha).
Tapi memang,
bicara soal daging pada kenyataannya di manapun di muka bumi ini ada kesan orang
menganggapnya sebagai sesuatu yang bernilai lebih. Di tempat saya, kalau orang
makan lauk sate kambing kesannya selalu wah. Daging pun harganya selalu mahal.
Pun mereka para vegetarian yang tak makan daging, ada saja caranya mengakali
keinginannya makan daging dengan membuat daging palsu yang bahannya bukan dari
daging hewan. Mungkin ini alasan kenapa qurban musti hewan, dan hewan yang
harganya mahal.
Namanya juga
qurban atau korban, tentu saja barangnya harus berharga. Kalau sesuatu yang
biasa saja tentu akan tidak disebut berkorban. Seorang pria yang sedang memikat
seorang gadis pasti akan memberikan apapun yang bahkan dirinya sendiri tak
pernah menikmatinya, sesuatu yang sudah pasti bukan benda ecek-ecek, dan itulah
berkorban. Jadi dapat dikenali sepirit qurban di sini, yaitu memberikan pada
orang lain sesuatu yang terbaik. Di Al Quran dinyatakan: tak akan sampai pada
kebaikan sampai seseorang memberikan sesuatu pada orang lain apa yang
dicintainya.
Pada akhirnya,
saya yang belum pernah berqurban harus mengakui bahwa saya belum jadi orang
baik. Saya tak pernah memberikan apapun pada orang lain sesuatu yang benar-benar
saya cintai, saya masih senang menyimpan dan menumpuk barang-barang bagus dan
memberi orang lain sesuatu yang tidak lagi saya butuhkan. Daging yang saya berikan pada istri pun tidak benar-benar saya berikan, karena tetap jadi milik saya (ngeres). Jadi berkorban
ternyata bukanlah sesuatu yang mudah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar