Jaman
Now, internet adalah jajanan untuk segala usia. Di kota di desa orang jualan
paket data internet berjejer—lebih banyak dari jumlah pedagang gorengan.
Operator pun menyediakan layanan murah meriah (indosat saat ini menyediakan
paket 1 GB Rp 1000/hari) yang sudah pasti menyenangkan bagi anak-anak,
ibu-ibu dan bapak-bapak di kampung.
Untuk apapun internet itu pada akhirnya, pokoknya tidak ketinggalan zaman.
Anak
esde menggenggam smartphone harga jutaan saat ini bukan sesuatu yang aneh, ibu-ibu
tukang cuci pakaian mondar-mandir sambil
menenteng hape selebar papan penggilesan pun sudah lumrah, tukang becak di
pasar menunggu penumpang sembari tal tul tal tul jemarinya memainkan layar hape
gampang ditemui, dan semuanya akrab dengan yang namanya internet. Sesuatu yang
tak terbayangkan oleh saya duapuluh tahun yang lalu.
Dua
puluh tahun yang lalu saat pertama kali saya pegang hape layarnya selebar jari
kelingking yang cuma muat sebaris teks, kata yang punya harganya enam juta
perak. Kini hape layar sentuh yang bisa buat nonton video porno rame-rame di
loakan bisa didapat dengan uang lembaran seratusribu. Apa istilahnnya untuk
menyebut itu selain dengan murah meriah—perangkatnya murah pulsanya murah dan
bisa bikin hidup meriah.
Murah
meriah tapi bikin gelisah. Apa yang terjadi sekarang dengan internetnya
mestinya menggembirakan, orang belanja lewat internet jadi mudah, bepergian
bawa barang karena internet jadi tidak
repot, ibu rumah tangga mau bikin masakan ala restoran tinggal nutul internet dan anak sekolah yang
sudah tak bisa lagi dijauhkan dari internet bisa digiring agar memanfaatkannya
untuk belajar dan mengembangkan diri. Sayang, yang lebih mengemuka justru wajah
bopengnya, yang paling memprihatinkan tentu saja kelakuan anak-anak kita yang
makin menggilai pornografi yang lewat internet jalannya begitu lapang.
Sampai
di sini, entah akan diantar ke mana kita oleh internet ini. Sekarang kita
senang bukan kepalang bisa jadi dengan segala keleluasaan yang melingkupi hidup
kita, tapi akankah semua ini akan terus menguntungkan sampai kiamat kelak. Ada
siang ada malam, ada susah ada senang: dulu hidup serba susah kini berkesan
serba mudah, jangan-janagan besok… walah!
5 komentar:
wong cuma seribu dapat segiga, hebat nian iklannya. Saya belum pernah mendaftarkan tentang yang ini.
Mana mungkin ya?
Ah mending pakai yang reguler saja lebih mudah. Agak mahal dikit tapi bisa dinikmati dengan puas hati
Duh, yang internet murah meriah tapi dipakai untuk akses pornografi?? Aduh, gak kebayang seberapa kuat dan tangguhnya guru dan pengajar di daerah-daerah... Belum lagi guru dan pengajar, orang tua, dan "tetua" yang dapat akses informasi lebih dan bermanfaat, mau membagi apa yang mereka dapatkan ke orang-orang yang, katakan saja "ogah" menerimanya..
Gak kebayang, serius. Wong saya menawarkan dan memberi testimoni pasca ikut MOOC (online courses) via edx.org, duolingo, bahkan udacity.com aja, hanya di-iya-in... kayaknya internet dengan asas manfaat dan berguna itu kurang daya tariknya deh :)
Lah bagaimana lagi, sekarang orang lebih membangga-banggakan internet. Baru tahu ilmu sedikit dari internnet saja gayalnya kayak orang sudah lulus sarjana. Itupun ilmu hoax pula, yang tidak akurat beritanya.
Hape sekarang memang mirip kacang goreng. Murah-meriah. Yang penting bisa eksis dan bergaya selfie tiap hari. Walau hanya untuk main media sosial doang :)
terimakasih komentarnya. internet positif diiklankan memang bagus, tapi perlu tindakan nyata mem-positifkan internet ini. dan menurut saya sekolah dengan pengajarnya adalah ujung tombak kerja berat ini, cuma ujung tombaknya sepertinya tumul...
terimakasih komentarnya. internet positif diiklankan memang bagus, tapi perlu tindakan nyata mem-positifkan internet ini. dan menurut saya sekolah dengan pengajarnya adalah ujung tombak kerja berat ini, cuma ujung tombaknya sepertinya tumul...
Posting Komentar