Senin, 17 Agustus 2020

TUJUHBELASAN AGUSTUSAN

Saya menulis ini saat ini pada detik-detik akhir pergantian hari. Ibarat mendaki gunung saya sudah sampai di puncak, tinggal mencari dataran tertinggi untuk menancapkan tiang bendera. Sebagai orang yang tak pernah mendaki gunung saya hanya mengira-ngira--tentu saja-- berdasarkan berita yang pernah saya baca, nahwa pendaki gunung biasanya ketika sampai di puncak akan mengibarkan bendera. Jadi sekarang saya sudah di puncak dan karena sudah tak ada lagi bendera untuk ditancapkan saya nulis saja di sini--benderanya sudah dikibarkan di halaman rumah sejak awal bulan. 


Tak sekedar puncak hari, saat ini juga adalah puncaknya bulan Agustus. Ya, bulan Agustus bagi bangsa Indonesia puncaknya ada di tanggal tujuh belas. Makanya ada istilah tujuhbelasan disamping istilah agustusan yang maksudnya tentu saja puncak dari bulan yang kita nyatakan selama ini sebagai bulan kemerdekaan yang identik dengan perayaan.


Pada bulan Agustus bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke selain mengibarkan bendera kebangsaan Merah Putih biasanya mengadakan berbagai macam acara dan kemeriahan, seperti lomba-lomba dan macam-macam pertunjukan sejak awal bulan. Dan puncaknya malam ini ada banyak acara syukuran berupa doa bersama yang dilanjutkan dengan makan bersama lalu esok harinya (biasanya) ada acara pawai karnaval.


Sayangnya di musim pandemi COVID-19 sekarang pemerintah melarang adanya keramaian sebagaimana lazimnya bulan Agustus. Walau begitu tetap saja ada acara-acara seremonial yang melibatkan banyak orang, apalagi di daerah yang masih aman dari bahaya korona. Di tempatku alhamdulillah walau sejauh ini tak ada kasus positif korona, kegiatan agustusan juga tidak ada, yang ramai orang hajatan pernikahan. Tapi pengibaran bendera merah putih oleh warga patut diacungi jempol (tanpa komando tanpa ada seruan dari pemerintah desa bendera sudah merajalela sejak akhir bulan Juli).


Pada intinya kita semua bangsa Indonesia tetap merasa bangga dengan ke-indonesiaan sehingga walau tanpa ekspresi yang meluap-luap wujud kebanggaan sebagai bangsa masih bisa disaksikan dengan kegairahan memasang bendera merah putih di halaman rumah sejak awal bulan. Coba saja diingat-ingat pada sepuluh tahun yang lalu, saat itu pada bulan Agustus saya menyaksikan hanya satu dua orang yang memasang bendera di halaman rumah. Saat itu sangat terasa kebanggaan sebagai orang Indonesia belum bangkit semenjak krisis yang menjungkirbalikkan negeri.


Syukurlah, kini walaupun cobaan datang silih berganti, rasa nasionalisme sebagian besar anak bangsa justru menguat. Tentunya ini modal bagus bagi negeri, mengingat ada ancaman krisis baru pasca pandemi. 


Pokoknya agustusan jalan terus dan Indonesia tetap jaya apapun keadaannya. Hidup Indonesia raya!

2 komentar:

Agus Warteg mengatakan...

Alhamdulillah di tempat mas tidak ada kasus korona, tapi memang tetap harus waspada ya, jangan terlalu banyak acara yang mengumpulkan banyak orang. Kalo lomba balap karung atau balap sepeda sepertinya bisa ya, kan pesertanya berjauhan.��

Muhammad A Vip mengatakan...

Agus: balapan sembuh dari corona pasti lebih seru hahaha