“Menulis itu seperti naik
sepeda. Awalnya jatuh bangun, tapi kalau sudah mahir biar kepala ditutupi
sarung tetap saja bisa ngebut” Begitu ungkapan yang pernah saya baca dan tetap
teringat sejak zaman SMP sekian puluh tahun lampau di Majalah Pelajar MOP
(majalah yang satu kelompok dengan harian Suara Merdeka ini sepertinya sudah
lama almarhum). Dari berlangganan majalah MOP ini saya mengenal dunia tulis
menulis, ingin jadi penulis, dan merasakan sulitnya memindahkan isi pikiran ke
tulisan (kalau memindahkan isi perasaan ke tulisan jelas lebih mudah, buktinya
banyak remaja kasmaran yang rajin nulis puisi).
Bertahun-tahun setelah
waktu pertama kali saya menulis dan mengirimkannya ke majalah MOP, kini saya
belum bisa ngebut juga padahal kepala tak ditutupi sarung. Apakah ini merupakan
bukti bahwa menulis itu sulit? Mungkin kalau sekedar menulis, tidak ada kata
sulit, karena setiap orang yang pernah sekolah pasti pernah menulis, entah
menulis karena diperintah atau atas kemauan sendiri. Namun menganggap mudah pun faktanya banyak orang-orang
sekolahan yang selalu gagal menuliskan isi pikirannya.
Tentu saja ada banyak
alasan kenapa seseorang yang ingin menulis banyak yang merasa tidak mampu atau
terperangkap pada kata “sulit”. Dulu saya pernah beralasan karena tak punya
mesin ketik maka saya tak bisa mewujudkan “mimpi besar” saya menjadi penulis
cerita terkenal di waktu muda, tapi ternyata ketika punya alat tulis yang lebih
canggih pun tak juga bisa produktif. Bahkan menulis di blog yang tak perlu
memenuhi aturan main yang ketat, bahkan boleh menulis dengan bahasa yang kacau
dengan kemungkinan ada jutaan orang yang membacanya, saya tak mampu untuk
sekedar posting seminggu sekali.
Dan beberapa waktu lalu
saya sempat membaca bahwa untuk berkembang pada suatu bidang pekerjaan
(pekerjaan adalah hal yang bisa atau mungkin untuk dilakukan) seseorang harus
terlibat dalam komunitas. Membacanya membuat saya sadar bahwa selama ini saya
sudah tersesat karena lebih asyik hidup sendiri. Saya sudah sombong karena
merasa berbakat, sehingga mengabaikan kenyataan bahwa sesungguhnya saya butuh
banyak orang untuk menjaga gairah dan meningkatkan kemampuan diri.
Ada pepatah Itali
mengatakan: Orang yang bermain sendiri tak akan pernah kalah. Ya, tapi juga tak
pernah bisa menang. Tak ada kemenangan apapun dalam dunia tulis-menulis bagi
saya, semua masih berlangsung di angan-angan. Kenginan nulis di blog setiap
hari cuma ada di angan-angan, apalagi jadi penulis buku ilmiah populer yang
best seller, tentunya...ah
Kini rasanya yang lebih
pantas dilakukan adalah menangis. Menangisi dosa kesombongan. Lalu tentu saja
bertobat, dengan berkomunitas, mencari teman sebanyak mungkin yang ingin jadi
penulis dan berbagi. Uhuk uhuk uhuk
4 komentar:
saya harus nya belajar dari blog ini untuk lebih paham dan lancar bagimana menulis yang bagus, bagi saya menulis masih merupakan sesuatu yang sulit, baik kerangka, tema, ataupun menyusun paragraf antar paragraf.
terima kasih infonya sob
Udah ketemu belum komunitasnya mas? Hehe
walidin:terimakasih kunjungannya
Rian: ada komunitas, tapi ternyata sulit berkomunitas
walidin:terimakasih kunjungannya
Rian: ada komunitas, tapi ternyata sulit berkomunitas
Posting Komentar