1 Mei, Hari Buruh, hari Jumat dan hari libur. Itulah sekarang.
Di Jakarta buruh-buruh menikmati libur ini dengan bersenang-senang di Jakarta
Pusat, tepatnya di sekitar Monumen Nasional—pesta nasi kotak dan nasi bungkus—sehari
penuh. Pesta tahunan yang sepertinya akan jadi ritual wajib sampai dunia
kiamat. Di desa (saya sedang di desa) buruh ada yang libur ada yang tetap
bekerja, yang libur sepertinya tak tahu sekarang sedang hari buruh---atau
pura-pura tak tahu, entahlah.
Buruh, atau orang suruhan yang dibayar, siapakah di
jaman sekarang orang yang bukan orang suruhan atau orang bayaran? Yang pasti
ada, tapi bukan presiden (mungkin ini alasan para buruh pabrik berkumpul di
depan Istana Negara, mereka mengajak presiden merayakan hari buruh). Buruh ada
di mana-mana, dari dulu sampai sekarang dan sampai nanti pastinya. Oh Tuhan,
kenapa Engkau ciptakan banyak manusia hanya untuk menjadi buruh?
Buruh, mereka bisa saja statusnya sama, namun lelakunya
bisa jadi berbeda. Buruh, ada yang berangkat pagi pulang sore atau malam karena
takut pada atasan. Tapi banyak yang
seakan tak terikat apapun, mereka bisa seenaknya dan membuat orang yang membayarnya
pusing tujuh keliling. Seperti di desa, banyak pemilik sawah yang tergantung
pada buruh tani sehingga sering buruh seperti bukan orang yang disuruh. Buruh macul
bisa seenaknya dan yang membayar cuma ngelus dada. Buruh macul yang malamnya
sudah diminta bekerja dan dibayar pun bisa saja esoknya mengembalikan uang
bayarannya karena ternyata ada orang lain yang mampu membayar lebih. Rupanya di
desa buruh telah meraih kemerdekaannya, beda dengan buruh kota yang terus
menuntut hak-haknya dipenuhi.
Dan mungkin ini salah satu bentuk kemerdekaan buruh
di desa, mereka setiap hari Jumat biasanya libur kerja. Walau tak semua buruh
di desa libur pada hari Jumat, tapi adanya kesepakatan yang tak tertulis ini
menunjukkan kemanusiaan buruh dihargai. Mereka yang umumnya muslim harus Sholat
Jumat, dan para majikan tak kuasa memaksakan keinginannya. Jadi pada Hari Buruh
sekarang, buruh tani, buruh bangunan di desa umumnya libur, cuma bukan
merayakan May Day melainkan memuliakan Jumat sebagai hari bersama milik umat.
Sampai di sini saya akhirnya merasa harus mengucapkan
selamat “menikmati Mari Buruh”, tentu bagi yang menikmatinya, yaitu mereka yang
sekarang sedang berkumpul di Monas karena punya kesempatan tidak merasa bukan
sebagai buruh walau cuma sehari dalam setahun. Semoga besok ketika kembali
menjadi buruh pabrik tetap bisa merasa bukan buruh, tapi sebagai orang merdeka
yang sedang membantu memajukan perusahan yang dianggapnya layak dibantu oleh
dirinya.
Selamat. Selamat, sekali lagi selamat.
5 komentar:
ditempat kerjaku ga libur duh :(
Baru tau kalau di desa, buruh tuh kayak gitu.
efek kerja 8 jam sehari membuat buruh banyak jadi jomblo juga, saya dukung penurunan kerja buruh.. :D
Tukang Jelly: kudu didemo tuh
Nuel: makanya ke desa, bro :-p
Yudi: di kampung banyak anak muda nganggur jomblo juga
nah apalagi kalo sudah nganggur harus ikut demo may day, kapan cari pacarnya coba, haha..
Posting Komentar