Banjir dan banjir. Pekan lalu banjir
Jakarta jadi topik berita. Sudah biasa. Setiap tahun sejak puluhan tahun lalu pada
musim hujan tepatnya pada bulan Desember dan Januari sungai Ciliwung meluap tak
mampu menampung air kiriman dari wilayah selatan. Banjir kiriman, begitu
biasanya orang-orang menyebutnya. Dan hari ini daerah di sekitar tempat
tinnggal saya mengalami hal serupa. Kali Pemali meluap sejak kemarin malam dan
diberitakan ada tanggul penahan air jebol yang mengakibatkan beberapa desa di
Kabupaten Brebes terkena banjir.
Brebes sudah puluhan tahun bebes
banjir dan kini dua tahun berturut-turut mengalaminya lagi. Setelah tahun
kemarin tanggul kali pemali di Desa Pemaron jebol karena air kiriman, kini tepat setahun setelah
peristiwa itu tangul jebol terjadi lagi. Kawasan yang mengalami banjir rupanya
masih sama seperti tahun lalu, cuma sejauh
ini belum bisa dipastikan apakah hanya di sekitar itu air meluap atau ada
perluasan bencana.
Entah karena kondisi tanggul yang
rapuh atau tekanan air yang belakangan lebih tinggi dari tahun-tahun sebelumnya,
kemungkinannya apa yang terjadi di Brebes dengan di Jakarta tak berbeda. Setelah
terjadi hujan besar di daerah selatan air sunngai meluap dan daerah bagian
utara yang lebih rendah menanggung air kiriman. Di Jakarta sudah lama diketahui
melimpahnya air kiriman itu karena air hujan langsung mengalir ke sungai yang disebabkan
oleh maraknya pembanngunan kawasan permukiman. Apakah di Brebes juga
hutan-hutan juga dibabat diganti villa
dan kawasan hunian orang-orang berduit?
Semoga peristiwa tanggul jebol di
Brebes yang ke dua ini tidak berlanjut pada yang ke tiga , ke empat dan
seterusnya. Brebes bukan Jakarta, dan rasanya untuk mengatasi masalah banjir
ini lebih mudah dari Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar