Memperingati
Isro Mi’raj, dalam kenanngan saya adalah penyelenggaraan acara pengajian umum,
dimana ada keramaian dengan mengundang kiai untuk berceramah tentang salah satu
peristiwa penting dalam Sejarah Islam yakni diperjalankannnya Nabi Muhammad SAW
ke Sidrotil Muntaha. Saya masih ingat, pertama kali terlibat dalam peringtaan
Isro Mi’raj waktu itu kelas empat Madrasah Ibtidaiyah—bantu-bantu mengantar
kue-kue buat jamaah.
Sayang,
musholla yang dulu rutin menyelenggarakan pengajian tahunan itu kini sudah
tidak lagi mengadakannya. Tapi sudah
lazim peringatan Isro Mi’roj diadakan sepanjang bulan Rojab di banyak masjid, cuma dengan acara yang
begitu-begitu saja. Memang harus bagaimana lagi? Daya kreatifitas ummat memang
tak pernah beranjak, bahkan ketika hidup semakin dimudahkan oleh tekhnologi.
Acara
peringatan Isro Mi’roj di Indonesia, sama seperti hari besar Islam yang lain
jadi acara rutin kenegaraan. Pun pada tanggalnya ditetapkan sebagai hari libur
nasional. Mestinya setelah negara menjadikan Isro Mi’roj sebagai peristiwa
penting, ormas Islam menindak-lanjutinya dengan kegiatan-kegiatan besar
bersekala nasional, seperti pekan Isro Mi’roj misalnya. Atau bulan Isro Mi’roj,
yang di dalamnya diadalan banyak acara yang mendidik-mencerahkan.
Sepinya
peringatan Isro Mi’roj pasti tidak menggelisahkan, walaupun sangat disayangkan.
Padahal pada peristiwa itu ada hal penting yang semestinya jadi bahan kajian. Peristiwa
Isro Mi’roj penting karena berkaitan dengan “sholat”. Sholat disebut tiang
agama, betapa pentinya sholat, tapi kita merasa cukup menganggapnya sebagai
ritual penyembahan Tuhan semata.
Dan
bicara soal kegelisahan ini, bisa jadi ada yang gelisah, cuma mereka tak mampu
berbuat banyak. Mengenai hal ini saya menduga tukang bikin kalender juga gelisah,
buktinya saya kenali dari dua kalender yang ada di rumah yang ternyata
menunjukkan tanggal peringatan Isro Mi’roj yang berbeda. Sepertinya tukang
kalender itu sedang menunjukkan kegelisahannya sekaligus mengingatkan kita agar
memperingati Isro Mi’roj tidak cuma sehari.
Ya,
ada dua kalender di rumah yang tanggal merahnya berbeda, yang satu pada tanggal
13 April (hari Jum’at) dan yang lainnya tanggal 14 (hari Sabtu). Mana yang
benar, apakah tanggal 13 atau tanggal 14 saya rasa tidak penting, bukankah
perbedaan itu rahmat?
Jadi
yang penting sekarang tinggal bagaimana mensyukuri rahmat itu. Bagaimana caranya?
Bisa dengan mengadakan Bulan Isro Mi’roj Nasional. Di sana diadakan lomba
menulis blog bertema perjalanan Nabi SAW yang luar biasa itu, hadiahnya pergi
haji, pasti luar biasa. Bagaimana saudara-saudara?
Selamat
long weekend aja deh!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar