Penyakit, ketika belum dirasa
biasanya diabaikan walau sering dibicarakan. Dulu saya sering diingatkan soal
penyakit reumatik ketika sering mandi malam hari, tapi karena penyakit ini
bukan sejenis koreng yang kasat mata jadinya peringatan itu semacam angin lalu
saja. Baru ketika tulang sering berasa linu, sendi terus berbunyi ketika
digerakkan dan nyeri, baru kepikiran. Penyakit-penyakit laten walau gejalanya
bisa dikenali tapi karena kita biasanya mengabaikan hal-hal kecil apalagi yang tak
terlihat, yang terjadi akhirnya terkaget
sendiri ketika ternyata si penyakit ternyata sudah pada kategori berat.
Begitu pula sekarang, sering membaca
tulisan tentang Diabetes dan mengetahui bahwa orang tua mengidap penyakit ini,
saya selama ini mengabaikan peringatan-peringatan yang pernah saya baca.
Diabetes adalah penyakit yang bisa diwariskan, artinya mereka yang orang tuanya positif
Diabetes keturunannya potensial mengidap penyakit ini, makanya ada kasus anak
umur delapan tahun positif Diabetes. Dan saya selama ini disamping malas
berolah raga, sering pula tidur setelah makan—yang merupakan prilaku terlarang
menurut ilmu kesehatan karena bisa meningkatkan kadar gula dalam tubuh.
Perut saya cenderung buncit juga.
Rasanya tak pernah saya punya perut langsing, bahkan ketika badan saya ceking.
Kadang menduga buncitnya perut karena cacingan, tapi akhirnya saya menyadari
ini sudah model bakunya. Lalu ketika buang air kecil, tampak air seninya
berbusa, saya sudah menduga tapi dengan lebih sering minum air putih dan
mengurangi minum manis saya merasa bisa mengurangi busa itu. Rasa gampang capek
dan sulit konsentrasi selama ini tak terlalu dianggap, karena banyaknya urusan
menjadikan hal-hal semacam itu terkesan lumrah.
Sampai akhirnya kemarin lalu saya cek
kadar gula. Ceritanya saya datang ke Brebes Expo 2018: pameran pembangunan yang digelar dalam rangka
Agustusan, di sana ada stan yang menerima cek gula darah gratis, dan hasilnya
kadar gula saya ada di angka 337 yang tentu saja jauh di atas normal. Kaget
tidak kaget, saya jadi terus memikirkan keadaan ini: sejak kapan kadar gula
saya melampaui batas normal? Sebagai orang yang jarang sakit berat, saya selama
ini sangat jauh dari dokter dan rumah sakit, makanya cek kesehatan tak ada
dalam agenda.
Mata saya juga sering kabur, terutama
setelah lama-lama memandang layar smartphone. Empat tahun lalu membaca
terjemahan Al Quran yang hurufnya sangat kecil di ruangan yang remang masih
mampu, belakangan sudah payah. Ada yang bilang itu pengaruh layar smartphone,
tapi hasil cek gula darah sepertinya bisa menjelaskan persoalan satu ini.
positif Diabeteskah saya?
Ada saran saya harus cek ke puskesmas
untuk memastikan ini, tapi saya sudah merasa penyakit yang menghawatirkan ini
sudah menjadi bagian tubuh ini. Saya sedang mencoba mengatur gaya hidup dulu
dengan berolahraga dan makan sesuai aturan agama—tidak sampai kenyang dan
sekedar untuk menegakkan badan—sebelum datang ke dokter. Penyakit konon adalah
cambuk Tuhan untuk menyadarkan manusia, semoga saya benar-benar tersadar dan
bertobat.
Aduh, kebelet pipis lagi.
4 komentar:
Sebaiknya secara rutin dilakukan pemeriksaan kesehatan untuk jaga-jaga kesehatan.
Banyak orang beransumsi tubuhnya sehat-sehat saja karena lihat fisik luarnya, belum tentu organ tubuh bagian dalamnya.
Selalu sehat, mas Affip.
Himawan: terimakasih mas bro untuk nasihatnya
Sami-sami, mas Affip.
Rajin gerakin badan atau kalau ngga jalan-jalab pagi sekitaran rumah sudah cukup membantu berat badan tetap stabil,mas.
Kurangi minum manis.
Kesehatan memang mahal harganya, tapi sering diabaikan karena merasa sehat-sehat aja, padahal nggak tahu yang di dalam kayak apa. Saya pun sekarang juga lagi berusaha ngatur pola hidup.
Semangat mas muhammad affip💪💪
Salam sehat dan bahagia😁😁
Posting Komentar