Sepertinya, akhir pekan kemarin
adalah akhir pekannya para pecandu sepakbola, khususnya di tanah air. Bagaimana tidak, Timnas
Indonesia U-16 juara Piala AFF 2018 dan gelaran kompetisi sepakbola negara-negara
Eropa idaman sudah bergulir. Selamat buat Timnas U-16, walau sepanjang mereka
berjuang saya hanya sekali menonton, tapi saya merasa berhak ikut senang dengan
capaian mereka, semoga mereka tetap berprestasi dan tidak melempem di kemudian
hari. Saya juga sama seperti penggila
sepakbola negeri ini dan dunia yang menunggu kompetisi di negara-negara Eropa
bergemuruh lagi, ikut bergembira mengetahui Liga Primer Inggris sudah menggelar pekan pertamanya.
Menonton sepakbola anak-anak di
negeri ini memang lebih menarik daripada menyaksikan senior mereka. Anak-anak
kita di manapun ketika bermain sepakbola selalu antusias dan ekspresif sehingga
enak dilihat aksi-aksinya, sama seperti menonton sepakbola kelas dunia di Eropa
yang kompetisinya disiarkan di banyak negara. Dan karena tidak ada siaran
pertandingan anak-anak di televisi lokal maka saya pun lebih sering nonton
sepakbola Eropa, terutama EPL (English Premier League) atawa Liga Inggris yang
pelakunya—pemain dan penontonnya-- begitu antusias dan ekspresif tapi tidak
anarkis.
Kenapa Liga Inggris? Ya, karena itu mungkin, gaya permainan
sepakbola tradisional Inggris yang menurut saya tak jauh beda dengan sepakbola
anak-anak. Walaupun beberapa tahun belakangan sepakbola Inggris sudah banyak
berubah setelah masuknya pemain-pamain asing terlebih para pelatih dan manajer
asing membawa taktik dan gaya dari negara asal mereka, namun pertandingan-pertandingan
gaya Inggris yang ekspresif dan cepat masih belum hilang. Bintang-bintang
sepakbola bertebaran di beberapa kompetisi di negara-negara Eropa, tapi Liga
Inggris rasanya masih jadi yang paling banyak penggemarnya karena ada susuatu
yang khas di sana.
Pada pekan pertama yang sudah
berlangsung, dari skor yang dihasilkan dan berita yang mengikutinya bisa dirasakan
kompetisi ini begitu menggairahkan. Manajer-manajer top yang saat ini ada di sana
tidak hanya beradu taktik di lapangan, merekapun bersitegang hampir sepanjang
waktu selama musim kompetisi. Para manajer itu sering saling sindir dan beradu mulut satu sama
lain, dengan wasit pun berseteru, pemain dan suporter bahkan sering seperti tak
mampu menahan emosi, tapi antara lapangan dan tribun penonton tetap tak ada
pembatas. Gairah di dalam lapangan dan di luar lapangan tetap gairah permainan,
tak ada kekhawatiran berlebihan sebagaimana jamak terjadi di sini. Kegairahan positif
yang menular, yang membuatnya layak jadi tontonan dunia.
Tidak penting bagi saya siapa yang
akan jadi juara di akhir musim nanti, MU boleh, Chelsea silahkan, Manchester
City lagi nggak apa-apa, Liverpool apa lagi, bagi saya menonton dan merasakan
hal-hal positif setiap menonton pertandingan
jauh lebih penting. Sungguh tak terasa, sudah lebih dari duapuluh tahun saya
menggemari Liga Primer Inggris, akan sampai kapan coba?
2 komentar:
Tapi jangan lupa, Dulu di inggris, sepak bolanya juga tidak kalau kacau balaunya. Bahkan lebih seram dan menyeramkan. Tapi berkat peraturan yang ketat dan disiplin, serta pendidikan yang tinggi. Akhirnya bisa tertib.
Terus terang saya, saya tidak begitu penyuka atau maniak dengan bola. Jadi tidak tahu mana yang menang.
di Inggris ada holligans, sekarang memang lebih baik nggak lagi model suporter kita yang terus brutal
Posting Komentar