Sabtu, 06 Juni 2020

BANSOS DEMI NEW NORMAL?


Dalam beberapa hari ini, Kantor Pos di beberapa daerah kembali ramai. Bukan karena orang-orang sudah bosan kirim surat lewat e mail atau malas nutul-nutul hape berkirim pesan lewat WA atau jasa kirim paket swasta pada bangkrut terimbas Corona, lalu orang-orang kembali ke masa lalu dan Kantor Pos kembali jaya. Kantor Pos dipenuhi manusia karena di sana sedang ada pencairan BLT (Bantuan Langsung Tunai) dari Kemensos gelombang kedua. Melihat sambil lalu di beberapa Kantor Pos di Brebes, di halaman yang tidak seberapa luas orang-orang berdesakan dari pagi hingga sore (bahkan sampai malam) tanpa mengindahkan protokol kesehatan demi uang enam ratus ribu rupiah, rasanya gimana gitu. Selamat berdesak-desakan.

Terhitung mulai kemarin (4 Juni 2020) pencairan dana bansos (bantuan sosial) kembali berlangsung dengan cara seperti biasa--bergilir. Dari jadwal yang beredar di media sosial, tiap kecamatan menetapkan lima desa setiap hari, dengan waktu yang sudah ditetapkan berkisar dua jam per desa. Sebagaimana pada pencairan tahap pertama, warga yang mendapat bansos pada tanggal dan jam yang telah ditentukan mendatangi Kantor Pos dengan memabawa surat undangan yang berisi QR Code, menyertakan e KTP dan KK, untuk mengambil jatah uang tunai yang sudah tersedia.


Dengan cara yang sesederhana ini mestinya tak perlu pengerahan massa seperti saat ini. Di sebelah sana ada yang berkoar “Jaga jarak…jaga jarak!” di sini orang-orang dikumpulkan di tempat sempit lalu disuruh berdesak-desakan. Mestinya warga yang sudah dapat surat undangan dan telah diberi tahu tata cara pengambilan bansos-nya dibiarkan saja datang ke kantor pos sesempat mereka. Jadi bansos bulan Juni bisa diambil selama bulan Juni pada jam kerja, atau melakukan pencairan kapanpun.

Dibilang kacau memang kacau negara ini. Lihatlah siapa yang mendapat bansos, banyak yang semestinya berhak justru tidak mendapat bagian. Tetangga saya seorang tukang becak setiap hari tampak menekuk wajah karena tetangganya yang punya toko dan punya tempat penggilingan padi dan keturunan orang kaya mendapat bansos sedangkan dia yang tempat tinggalnya reyot justru tidak dapat bagian. Begitu banyak ketidakberesan yang membuat orang-orang merasa diperlakukan tidak adil oleh negara.

Mencapai keadilan konon memang mustahil di dunia ini, tapi setidaknya bagi mereka yang punya tanggungjawab menegakkkan keadilan berupaya dengan sungguh-sungguh. Kebobrokan birokrasi harus diatasi, sistem harus segera diperbaiki. Semoga masa pandemi ini jadi masa transisi menuju tatanan hidup baru. New Normal katanya, tapi saya maunya tak usah panjang-panjang, L-nya dibuang saja jadi New Norma.



Tidak ada komentar: