Senin, 10 Maret 2014

Golput Munafik?



Hari pemilihan umum tak lama lagi tiba. Banyak wacana di langit negri ini berseliweran, dan saya yakin siapapun dia di manapun dia pun dalam keadaan apapun dia yang merasa warga negara Indonesia pasti terpengaruh oleh hiruk pikuknya informasi yang kini bergemuruh. Bahkan manusia yang paling mbebek sekalipun saya yakin sekarang walau sejenak pasti memikirkan fenomena yang ada. Bahkan saya yang golput pun tak cuek dengan situasinya.


Jadi jangan salahkan golput, karena orang golput bukan orang yang tak punya kepedulian. Malah bisa jadi orang golputlah yang paling peduli dengan negara kalau bicara masa depan dan perubahan yang baik. Buktinya saya ditawari jadi panitia pemilu, padahal saya tak pernah menyembunyikan sikap golput, artinya orang tak menganggap saya orang yang tak urus pada keadaan yang berlangsung di masyarakat.

Cuma kemudian ketika ditawari jadi panitia pemilu saya jadi geli sendiri: bagaimana jadinya orang golput ikut urus-urus menyukseskan pemilu padahal tidak ikut memilih. Bisa jadi golput munafik dong, menolak memilih tapi membantu orang-orang yang memilih. Saya tidak tahu bagaimana diskusinya kalau yang saya alami ini dibicarakan di tengah-tengah komunitas golput, atau bisa jadi ini sesuatu yang lazim?

Lagipula, saya pikir tidak memilih mereka para pilihan dengan membantu proses penyelenggaraan pemilu adalah sesuatu yang sangat mungkin satu itikad. Yaitu bahwa saya tidak memilih karena memang tak ada yang harus saya pilih karena pilihannya tidak sesuai harapan saya, dan proses pemilihannya saya ikut jaga keberlangsungannya karena kegiatan memilih oleh masyarakat adalah kebutuhan yang memang harus ada, jadi sama-sama demi negara. Faktanya acara pilih-memilih barlangsung dan dianggap legal, walau saya tak setuju dengan banyak hal tentangnya tapi terlibat untuk lebih tahu untung-ruginya pemilu juga saya kira sesuatu yang positif.

Akhirnya saya menganggap diri sebagai orang golput aktif. Walau selama ini juga aktif, karena walau tidak nyoblos tetap saja saya tiap ada pemilu selalu keliling tempat-tempat pemungutan suara dan memantau hasilnya. Juga terus menimbang untung-ruginya golput termasuk mendiskusikannya saat ada kesempatan. Jadi memang golput bukan sikap acuh tak acuh, tapi sangat mungkin merupakan ekspresi kepedulian dengan tidak berkata “YA’ begitu saja pada ajakan.

Cuma jadi kepikir kalau saya siap jadi panitia pemilu karena dibayar Rp. 300.000,- . Hehehe

12 komentar:

wongcrewchild mengatakan...

kalo kita tdk yakin dg pilihan kita, mngapa mesti milih ...:)

Indra Kusuma Sejati mengatakan...

Bukankah Golput juga merupakan pilihan ya ? :D

Salam

ririe mengatakan...

saya tidak golput, hanya saja di antara para calon yg terpampang itu gak ada yg saya kenal baik orangnya maupun program-programnya

PRofijo mengatakan...

Jangan membeli kucing dalam karung :)

Muhammad A Vip mengatakan...

Wongcrewchild: ya, memang semestinya begitu.

Wahyu Eka Prasetiyarini mengatakan...

harus ikut milih ya mas sebagai warga negara yang baik ;)

Muhammad A Vip mengatakan...

Mas Indra: ya, memilih tidak terlibat dg kegiatan nggak nggenah

Muhammad A Vip mengatakan...

Ririe: lalu milihnya gimana kalo gak tau apapun ttg mereka, kalo asal sama saja judi
Prmfijo: beli beras baru pake karung, ya toh

Muhammad A Vip mengatakan...

Wahyu: oke, aku pilih golput

Obat Sakit mengatakan...

halah sama denganku bang, golput terus.
Soalnya bingung harus pilih yang mana. Tidak ada yang masuk dalam kriteriaku

Joe Ismail mengatakan...

saya memutuskan tidak memilih karena tidak ingin menjadikan seseorang menjadi koruptor baru (sok banget hehe...)

Harapan mengatakan...

mksih infonya gan
visit back klu ad wktu ya..

http://maszhiday.blogspot.com