“Kamu mau beli
batu akik enggak? Murah, cuma lima ribu.” Begitu penawaran seorang anak SD
kelas lima pada kawannya beberapa hari
lalu di halaman sekolahnya. Saya yang ada di dekat mereka sempat kaget campur
geli menyaksikan peristiwa itu. Anak-anak yang tinggi badannya baru semeter lebih
itu benar-benar telah mempertontonkan adegan yang sungguh tak pernah terpikirkan
sebelumnya. Batu akik yang kini sedang jadi tema berita nasional ternyata tak cuma
menjadi urusan orang dewasa, bahkan anak-anak pun terkena wabahnya.
Saya kaget dengan fenomena batu akik yang menyedot
perhatian hampir seluruh manuisa Indonesia itu karena seumur hidup saya belum
pernah mengalami hal semacam ini. Cincin batu akik tentu saja saya sudah tahu
sejak kanak-kanak, melihat orang pakai cincin-cincin dengan benjolan-benjolan
besar berderet di jari-jari tangan pun sering, tapi ketemu anak-anak muda
memakai, membicarakan dan berkumpul di tempat pemolesan batu-batu unik itu yang
kini ada di mana-mana jelas baru sekarang. Apalagi dari anak-anak sampai
nenek-nenek terlibat dalam bisnis ini, masih tak habis pikir saya dibuatnya.
Kira-kira satu tahun silam saat ada seseorang buka
lapak batu akik di sekitar perkampungan di mana saya tinggal di kawasan Jakarta
Selatan, saya waktu itu menganggapnya sekedar tindakan iseng orang tua yang
sedang cari kesibukan karena tak punya kerjaan. Saat itu lapak batu akik belum
menjamur seperti saat ini. Ternyata dalam hal ini saya termasuk orang yang tak
mampu membaca gejala alam. Dan ketika kini lapak batu akik telah meraambah dari
pusat kota sampai pelosok desa, saya tidak berani memprediksi akan sampai kapan
jaman batu akik ini akan berlangsung.
Jaman batu akik telah berlangsung setahun lebih, hampir
setiap hari kini saya melewati lapak batu akik, melihat saudara pada pakai batu
akik, laman facebook saya sering dikirimi foto batu akik, tapi entah kenapa
sampai sekarang saya belum juga tertarik ikut-ikutan terlibat dalam dunia baru
itu. Entah mengapa, saya tak tertarik sama
sekali dengan batu akik? Sehingga ketika beberapa jam lalu membaca peserta peringatan 60 tahun Konferensi Asia Afrika di Bandung akan diberi cindramata batu akik, saya
membayangkan ikut jadi peserta dan dapat batu akik itu dan menjadi bingung,
harus diapakan batu akik itu karena jari saya biasanya gatel-gatel kalau pakai
cincin.
Batu akik, batu akik.
3 komentar:
yang jelas mudah-mudahan suadara kita dijauhkan dari ujub, riya dan mubazzir karena deman batu akik ini,
jangankan anak SD anak saya yang baru paud udah ngomong2 batu akik coba. katanya gini yang bagusnih yang tembus pah.....
kapan saya ngajarin cona. aduhhhhh
Abdullah: ya, kemungkinan ke situ memang besar
Mangs Aduls: gak usah diajari anak sekarang bisa belajar sendiri toh dari tipi?
Posting Komentar