Dua tiga hari ini bulan tampak bulat bundar di
langit. Meski selalu mendung dan bulat bundarnya lebih sering tersembunyi, tapi
tengah malam kemarin saya saksikan wajah cerahnya memancar tepat di atas saya
berdiri di halaman rumah. Rasanya kembali ke masa kanak-kanak lagi, ketika dulu
belum ada listrik biasanya saat purnama begini kami menggelar tikar di halaman
rumah, rebahan memandangi rembulan sambil bercerita.
foto wajah bulan purnama kemarin malam
Macam-macam cerita yang saya pernah dengar tentang
bulan ini, hampir semuanya tak masuk akal, tapi selalu mengundang tanya ketika
mencoba ingin menyangkal. Dan biasanya seperti itu, pengetahuan yang kita dapat
lebih awal ketika kemudian dinegasi oleh pengetahuan baru selalu ada kesulitan
untuk benar-benar menyingkirkan yang lama. Maka saya bisa maklum ketika ada
seorang ustadz yang tak mau kalah berdebat dengan anak esempe yang menurutnya
matahari mengelilingi bumi bukan bumi yang mengelilingi matahari.
Salah satu cerita yang selalu teringat saat memandangi
bulan purnama adalah dongeng nenek-nenek penjual minyak di bulan. Sejak pertama
kali mendengar dongeng ini hingga sekarang selalu saya mencoba melihat dengan
detil guratan-guratan yang tampak di permukaan bulan yang bundar kuning pucat
itu. Di sana ada warna kecoklatan seperti lukisan abstrak yang konon itu gambar
seorang nenek memegang canting minyak. Menurut dongeng itu jika minyaknya
tumpah akan menjadi hujan. Sejak dulu saya tak pernah percaya cerita itu dan
tak pernah bener-benar melihat ada gambar nenek-nenek di sana. Tapi tetap saja
cerita itu selalu teringat saat melihat purnama dan ada dorongan melihat lebih
sungguh-sungguh warna kecoklatan yang pastinya itu karena permukaan bulan yang
tak rata.
Tadi sebelum menulis posting ini saya keluar rumah
ingin melihat bulan lagi, tapi mendung tebal menutupinya, semoga tengah malam
nanti wajah bulan purnama bersih seperti kemarin. Ya, beginilah gaya orang yang telah
bertahun-tahun tak pernah sempat menikmati purnama. Di Jakata tentu saja bulan
purnama ada, tapi suasananya yang cenderung ramai dan penuh lampu di waktu
malam, membuat purnama tidak bisa dinikmati bahkan terlupakan. Jadi mumpung ada
kesempatan, mari nikmati gaya nenek penjual minyak di bulan itu.
2 komentar:
keredupan cahaya bulan kala purnama yang mencorong menempa permukaan bumi sejak dulu memang membuat banyak bermunculan dongeng pengantar tidur para anak-anak hingga menjelang pagi...bulan...oh bulan...ku
Kamarnya Mas ada jendelanya yah? Di deketnya ada meja?
Posting Komentar