Rabu, 14 Maret 2018

MASIH RIBUT SOAL CADAR?


Rebut-ribut soal cadar entah sudah sampai di mana, saya tidak tahu. Yang saya tahu kini orang pakai cadar mudah ditemui dalam keseharian. Di jalan perempuan bercadar ngebut naik sepeda motor sering saya lihat. Di pasar tradisional orang bercadar berbelanja aneka kebutuhan harian pun  mudah ditemui. Cuma sayang, belum seorangpun saya  mengenal orang-orang itu, apalagi sempat bercanda..


Ketika orang bercadar tampak di tenpat umum biasanya yang saya perhatikan adalah orang-orang yang ada di sekitarnya. Dan sejauh yang saya alami sikap orang-orang itu biasa-biasa saja, tak ada suara-suara usil. Jadi saya menduga walau mereka masih sedikit jumlahnya namun sudah tidak dianggap barang baru yang “wow” apalagi dipandang sebagai sesuatu yang aneh.

Maka saya rada-rada kaget ketika ada heboh soal pelarangan cadar di kampus. Apakah fenomena cadar di kampus merupakan hal baru sehingga baru sekarang dipersoalkan, atau apa yang sekarang muncul jadi aturan resmi dalam bentuk pelarangan adalah hasil dari diskusi panjang? Syukurnya yang melarang sebuah perguruan tinggi Islam, terus terang saya ngeri berandai-andai yang melarang adalah sebuah perguruan tinggi umum.

Dalam kasus ini sebenarnya saya ingin berpendapat atau menunjukkan keberpihakan saya. Cuma saya tahan saja, rasanya tidak adil saya berpendapat padahal saya tidak paham soal cadar ini karena pengetahuan saya tentang cadar hanya menduga-duga dan saya belum pernah berinteraksi dengan mbak mbak atau mbok mbok yang menutupi wajahnya ini. 

Tapi okelah saya setuju mahasiswi di kelas pakai cadar. Mahasiswi cantik sekali yang wajahnya mengundang perhatian dan mengganggu konsentrasi belajar para mahasiswa, saya pikir boleh bahkan harus diapresiasi ketika dia menutupi kelebihannya itu dengan alasan untuk kemaslahatan bersama. Tentu dengan sebelumnya si cantik sekali ini menghubungi pihak kampus untuk menerangkan alasannya menutupi sebagian besar area wajahnya.

Dan karena saya mendukung cadar dengan alasan kemaslahatan bersama, saya menolak alasan untuk kepentingan pribadi di ruang bersama. Misalnya seorang mahasiswa dalam perkuliahan memakai helm dengan alasan melindungi kepala karena takut plafon ruang kelasnya runtuh , ini wajib dilarang, kecuali seluruh yang ada di kelas itu memakai helm semua.  Tidak sakarepe dewek lah !

Sebagai penutup: cadar yes helm yes—di jalan raya (banyak debu).

4 komentar:

Djangkaru Bumi mengatakan...

Kalau saya lebih setuju dengan larangan bercadar itu. Karena jika bercadar, bagaimana orang lain atau guru/dosen atau pihak sekolah atau teman bisa mengenali ciri-ciri dari siswa atau temannya.
Bisa jadi nanti yang masuk bukan siswa tapi orang lain.
Mungkin itu sebenarnya niat atau adanya larangan bercadar.Itu sudut pandangan atau pendapat pribadi saya.

Muhammad A Vip mengatakan...

ya, saya kira juga benar larangan itu. kalau di jalanan dimana manusia bertemu tanpa interaksi yang inten, nisa dimaklumi, tapi dalam keluarga (kelas adalah keluarga) lalu ada salah satu anggota keluarga yang misterius pastinya sangat mengganggu kebersamaan.

Nadia K. Putri mengatakan...

Hm begitulah. Tapi soal cadar ini memang menarik. Banyak yang membicarakannya. Diam-diam, produsen cadar sedang panen untung.

Muhammad A Vip mengatakan...

Nadia: mantap ini, memang saya juga curiga ini akal-akalan pedagang haha