Rebut-ribut
soal cadar entah sudah sampai di mana, saya tidak tahu. Yang saya tahu kini
orang pakai cadar mudah ditemui dalam keseharian. Di jalan perempuan bercadar
ngebut naik sepeda motor sering saya lihat. Di pasar tradisional orang bercadar
berbelanja aneka kebutuhan harian pun mudah ditemui. Cuma sayang, belum seorangpun
saya mengenal orang-orang itu, apalagi
sempat bercanda..
Ketika
orang bercadar tampak di tenpat umum biasanya yang saya perhatikan adalah
orang-orang yang ada di sekitarnya. Dan sejauh yang saya alami sikap orang-orang itu
biasa-biasa saja, tak ada suara-suara usil. Jadi saya menduga walau mereka
masih sedikit jumlahnya namun sudah tidak dianggap barang baru yang “wow” apalagi
dipandang sebagai sesuatu yang aneh.
Maka
saya rada-rada kaget ketika ada heboh soal pelarangan cadar di kampus. Apakah fenomena
cadar di kampus merupakan hal baru sehingga baru sekarang dipersoalkan, atau
apa yang sekarang muncul jadi aturan resmi dalam bentuk pelarangan adalah hasil
dari diskusi panjang? Syukurnya yang melarang sebuah perguruan tinggi Islam,
terus terang saya ngeri berandai-andai yang melarang adalah sebuah perguruan
tinggi umum.
Dalam
kasus ini sebenarnya saya ingin berpendapat atau menunjukkan keberpihakan saya.
Cuma saya tahan saja, rasanya tidak adil saya berpendapat padahal saya tidak
paham soal cadar ini karena pengetahuan saya tentang cadar hanya menduga-duga
dan saya belum pernah berinteraksi dengan mbak mbak atau mbok mbok yang
menutupi wajahnya ini.
Tapi
okelah saya setuju mahasiswi di kelas pakai cadar. Mahasiswi cantik sekali yang
wajahnya mengundang perhatian dan mengganggu konsentrasi belajar para mahasiswa,
saya pikir boleh bahkan harus diapresiasi ketika dia menutupi kelebihannya itu
dengan alasan untuk kemaslahatan bersama. Tentu dengan sebelumnya si cantik
sekali ini menghubungi pihak kampus untuk menerangkan alasannya menutupi
sebagian besar area wajahnya.
Dan
karena saya mendukung cadar dengan alasan kemaslahatan bersama, saya menolak
alasan untuk kepentingan pribadi di ruang bersama. Misalnya seorang mahasiswa
dalam perkuliahan memakai helm dengan alasan melindungi kepala karena takut
plafon ruang kelasnya runtuh , ini wajib dilarang, kecuali seluruh yang ada di
kelas itu memakai helm semua. Tidak sakarepe dewek lah !
Sebagai
penutup: cadar yes helm yes—di jalan raya (banyak debu).
4 komentar:
Kalau saya lebih setuju dengan larangan bercadar itu. Karena jika bercadar, bagaimana orang lain atau guru/dosen atau pihak sekolah atau teman bisa mengenali ciri-ciri dari siswa atau temannya.
Bisa jadi nanti yang masuk bukan siswa tapi orang lain.
Mungkin itu sebenarnya niat atau adanya larangan bercadar.Itu sudut pandangan atau pendapat pribadi saya.
ya, saya kira juga benar larangan itu. kalau di jalanan dimana manusia bertemu tanpa interaksi yang inten, nisa dimaklumi, tapi dalam keluarga (kelas adalah keluarga) lalu ada salah satu anggota keluarga yang misterius pastinya sangat mengganggu kebersamaan.
Hm begitulah. Tapi soal cadar ini memang menarik. Banyak yang membicarakannya. Diam-diam, produsen cadar sedang panen untung.
Nadia: mantap ini, memang saya juga curiga ini akal-akalan pedagang haha
Posting Komentar