Saya kira seperti itu keadaannya. Saya
atau kami di desa kami pada bulan terakhir tahun ini masih merasakan musim
penghujan belum tiba. Pada bulan yang biasanya hujan sedang rutin turun harian,
sekarang kami masih bisa terus menikmati langit biru bersih pada siang hari. Mendung
sudah sering datang (pada sore hari biasanya) dan menurunkan gerimis bahkan
hujan yang lumayan deras, tapi hujan atau gerimis hanya berlangsung dalam
hitungan menit dan suasana kembali terang benderang.
Sering pula hujan turun sampai
menimbulkan genangan di desa sebelah, sedangkan di tempat kami orang-orang tetap
menggerutu setelah dengan sungguh-sungguh mengamati atap rumah yang mungkin
butuh dibenahi. Minggu lalu saya dalam perjalanan dengan sepeda motor kehujanan
di jalan tanpa membawa jas hujan, kira-kira lima ratus meter menerobos hujan
saya berhenti di warung pinggir jalan yang sepi demi tidak basah kuyup. Dari berteduh
sendiri sampai jadi sesak hujan berlangsung tidak kecil tidak besar—saya merasa
akan berlangsung lama, padahal sedang buru-buru—yang membuat gelisah dan duduk
tidak nyaman. Sampai kemudian dari hasil ngobrol dengan peneduh yang datang belakangan,
saya simpulkan hujan hanya ada di tempat saya berteduh dalam rentang satu kilo
meter dan saya ada di tengahnya. Dan dugaan saya benar setelah ambil keputusan
meninggalkan tempat berteduh yang sudah tidak nyaman karena sesak.
Hujan tidak merata. Jatah hujan ada
yang lebih ada yang kurang. Begitu kenyataannya saat ini, apalagi dengan
menyimak berita ada daerah yang kebanjiran di tempat jauh, di tempat saya sumur
banyak yang sulit keluar air. Sungai beberapa pekan lalu ada yang saya lihat
banjir dengan air keruh, tapi kembali kering beberapa hari kemudian. Sungai di
desa sebelah dua hari lalu juga tampak luber, entah mengapa sungai yang
melewati desa kami masih tetap dengan tumpukan sampah.
Ketika jalan raya sudah dibeton, dan
gang-gang dilapisi aspal dan halus, halaman rumah tak lagi tampak tanah, yang
berarti tak akan ada lagi becek dan lumpur, hujan malah tak mau turun pada
waktunya. Apa malaikat pengatur hujan tersinggung dan marah dengan ulah kami
yang seakan menganggap hujan adalah masalah dan hanya butuh air yang
menggembirakan saja? Tanah becek dikeluhakan, sungai dangkal terus ditimbuni
sampah harian, saluran air di sawah tak dibenahi karena pengairan mengandalkan
air tanah, adalah wajar kalau Tuhan menganggap kami di sini tak menghendaki
lagi musim hujan. Duh Gusti!
Semoga saja apa yang terjadi ini bisa
membuat kami sadar diri, bahwa bencana bisa datang dalam banyak bentuk, tak cuma
gempa dan tsunami. Semoga, kami masih bisa mawas diri dengan jatah yang bisa
dinikmati.
3 komentar:
bener banget, tetap selalu hati-hati dan waspada... Jangan lupa untuk selalu bersyukur dan berdoa kepada yang Esa...
Oya di Brebes belum turun hujan maksimal, mas ?.
Kok bisa begitu ya ..., dikotaku nyaris tiap sore selalu hujan sudah 2 bulan ini.
Memang sih jika dilihat, perubahan siklus curah hujan tahun ini telat lama dari bulan-bulan biasanya di beberapa tahun lalu.
Entah pengaruh apa sebenarnya.
Kudoakan daerah mas cepat dapat berkah curah hujan agar tidak kekeringan berkepanjangan.
cuaca sudah berubah di mana mana. Salju terkadang ada di musim panas.
Siip kata katanya...indah
Posting Komentar