Mati lampu atau aliran listrik PLN
padam baru saja terjadi di tempat kami, tepatnya tadi selepas sholat Isya dan
kembali menyala sekira pukul setengah sepuluh. Padam mendadak membuat kalang
kabut beberapa orang, terutama tetangga rumah yang sedang akan menyelenggarakan
tahlilan. Untungnya listrik mati sebelum ascara tahlil berlangsung, tapi tetap
saja karena tidak siap dengan datangnya bencana kegelapan sampai menjelang
pukul delapan suasana tempat tahlilan masih gelap gulita.
Tahlilan sepi karena orang-orang jadi malas keluar rumah dan saya
membayangkan masa lalu ketika belum ada PLN.
Adanya PLN (Perusahaan Listrik
Negara) dan listrik merambah pelosok desa memang menggembirakan. Kini setelah
listrik telah lama menjadi bagian dari kehidupan warga, banyak
kemudahan-kemudahan dalam menjalani kehidupan. Menonton televisi tak perlu
pergi dari rumah sendiri dan nongkrong di rumah orang yang mampu menghidupkan
tivi. Mesin cuci kini hampir ada di tiap-tiap rumah dan menyalakan lampu tinggal
pencet saklar tanpa harus repot mengisi minyak dan memantik api. Tapi apakah
kita akan terus tergantung pada PLN –perusahan negara—yang menurut berita
selalu rugi? Tak mungkinkah warga berswadaya membuat daya listrik sehingga tak
kalangkabut ketika tiba-tiba ada gardu listrik rusak mendadak atau PLN bangkrut
dan pegawainya alih profesi jadi pedagang lilin.
Menyaksikan suasana kampung tanpa
listrik saya jadi ingat zaman kanak-kanak. Dulu saya mengalami masa tak ada
listrik hingga menjelang lulus sekolah dasar. Walau tak ada listrik, seingat
saya kami—manusia jaman old—tetap
eksis dan gembira. Siang malam di sekitar rumah saya selalu ramai, orang tua
duduk di teras rumah ngorol diterangi lampu teplok dan anak-anak bermain-main
di halaman. Anak-anak zaman dulu justru pada malam hari berisiknya, mereka setelah sholat Maghrib
biasanya pergi mengaji yang tempatnya lumayan jauh, dan saya rasakan walau
perginya kadang bawa obor bambu justru senang melakukannya karena penuh petualangan. Pada malam purnama
kami lebih bergembira.
Kids Jaman Now
selepas maghrib kebanyakan diam di rumah di depan layar tivi karena mereka
mengaji pada siang hari sesudah sekolah pagi. Malam kini terang benderang, tapi
anak-anak bermain di luar rumah justru dimarahi orang tua dan orang-orang tua duduk di
luar rumah bercengkrama sudah sulit ditemui. Bahkan ketika ada kesempatan duduk
bersama seperti pada acara tahlilan orang-orang sekarang terkesan enggan berkumpul, biasanya pada acara kumpul-kumpul seperti tahlil orang-orang datang ketika
acara dimulai dan buru-buru pulang seakan hidupnya dipenuhi kesibukan.
Kehidupan memang ada masanya. Dulu orang
senang berkumpul karena dengan berkumpul bisa mendapat nilai-nilai kehidupan. Kini
bisa jadi lebih mudah mendapat nilai-nilai penting kehidupan tanpa perlu bantuan tetangga karena ada listrik
yang membantu memudahkan orang menjalani hidup, sehingga kebutuhan pada tetangga sudah
tak sekuat pada masa lalu. Yang pasti listrik telah mengubah banyak hal, salah
satu perubahannya adalah mengubah saya dari kanak-kanak menjadi tua dan beruban.
2 komentar:
Iya sekarang kehidupan tanpa listrik benar benar lumpuh sepertinya. Kita sudah ketergantungan sama listrik sekarang
demikian ya mas?
Posting Komentar